Beberapa waktu lalu dalam postingan saya yang mengulas agenda wisata Jakarta tahun 2015, saya menyinggung betapa kota Jakarta adalah melting pot-nya Indonesia, dengan penduduk dari beragam suku dan budaya. Bahkan, sejak masa pendudukan Belanda dulu, kota ini memang telah menarik banyak pendatang dari berbagai penjuru nusantara, mulai dari pendatang asal suku Jawa, Batak, Minang, Bugis, dan sebagainya. Selain itu, ada juga pendatang dari luar negeri seperti China, Arab dan India.
Masing-masing etnis, dengan tradisi yang dibawanya, lambat laun mempengaruhi budaya lokal. Tak heran, kebudayaan Betawi yang ada saat ini merupakan perpaduan budaya dari banyak tnis. Misalnya, kesenian marawis merupakan adaptasi dari musik gambus ala Timur Tengah. Atau, pembakaran petasan dan nuansa warna merah yang mendominasi upacara pernikahan adat Betawi ternyata dipengaruhi tradisi China.
Sayangnya, di zaman modern ini budaya Jakarta seolah menjadi terpinggirkan seiring dengan terdesaknya kampung-kampung Betawi ke pinggiran ibukota, digantikan oleh berdirinya ratusan mal, apartemen dan gedung-gedung perkantoran.
Sebagai salah satu upaya melestarikan budaya Betawi, pada tahun 2004, tepatnya pada peringatan HUT Jakarta ke-474, pemerintah provinsi (Pemprov) Jakarta menetapkan wilayah Setu Babakan sebagai cagar budaya Betawi. Cagar budaya dengan luas sekitar 165 hektar ini berlokasi di kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, dan mayoritas penduduknya terdiri dari orang-orang suku Betawi asli. Sesuai namanya yang berasal dari kata "situ", tempat ini memang berada dekat dengan situ atau danau, yang dinaungi pepohonan rindang.
Masih ingat suasana ala kampung Betawi dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan? Kira-kira nuansa itulah yang akan kita temukan di Setu Babakan. Mulai dari deretan rumah adat yang disebut rumah kebaya, ondel-ondel dan kesenian tanjidor, sampai kuliner legendaris semacam dodol dan soto Betawi.
Sehari-hari, masyarakat Setu Babakan mengembangkan usaha pemancingan, perikanan berupa budidaya ikan dalam keramba, bercocok tanam, dan berdagang. Biasanya setiap akhir pekan diadakan berbagai pertunjukan kesenian untuk menarik minat wisatawan, mulai dari Tari Topeng, Tari Sirih Kuning, sampai Lenong. Gelaran budaya juga dimeriahkan dengan adanya para pedagang kerak telor, nasi uduk, laksa, bir pletok, dan aneka penganan khas Betawi lainnya.
Pemprov Jakarta tampaknya akan terus mengembangkan Setu Babakan sebagai wisata ikonik Betawi yang menjanjikan. Wilayahnya diperluas menjadi lebih dari 200 hektar dan akan dibangun menjadi empat zona. Di zona-zona tersebut rencananya akan berdiri museum, tempat pertunjukan, perpustakaan, dan hostel dengan kapasitas 30-40 orang, serta bungalow untuk para turis yang berkunjung bersama keluarga. Selain itu, akan dibuat pula replika kota Betawi agar pengunjung benar-benar merasakan atmosfer Betawi tempo dulu. Untuk tahun 2015 ini saja, telah disiapkan dana sekitar Rp 70 miliar untuk pembebasan lahan dan pembangunan zona.
Selain pembenahan fisik, disiapkan juga paket-paket wisata berisi hiburan, demo masak dan pelatihan yang nantinya bisa dipilih oleh para pengunjung Setu Babakan. Misalnya, kursus memasak kuliner Betawi, membuat boneka ondel-ondel, belajar mementaskan Lenong atau Tari Cokek. Asyik kan?
Sebagai warga Jakarta, saya berharap keberadaan kampung Betawi ini mampu bertahan bahkan berkembang. Saya yakin turisme budaya semacam Setu Babakan akan terus diminati wisatawan, terutama mereka yang jenuh akan konsep wisata perkotaan seperti mal, taman hiburan dan waterpark. Yap. Menikmati dan mempelajari akar budaya nenek moyang sendiri, ternyata bisa jadi alternatif pengisi liburan yang seru. :)
Referensi:
jakarta.go.id
beritajakarta.com
Sebagai salah satu upaya melestarikan budaya Betawi, pada tahun 2004, tepatnya pada peringatan HUT Jakarta ke-474, pemerintah provinsi (Pemprov) Jakarta menetapkan wilayah Setu Babakan sebagai cagar budaya Betawi. Cagar budaya dengan luas sekitar 165 hektar ini berlokasi di kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, dan mayoritas penduduknya terdiri dari orang-orang suku Betawi asli. Sesuai namanya yang berasal dari kata "situ", tempat ini memang berada dekat dengan situ atau danau, yang dinaungi pepohonan rindang.
Masih ingat suasana ala kampung Betawi dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan? Kira-kira nuansa itulah yang akan kita temukan di Setu Babakan. Mulai dari deretan rumah adat yang disebut rumah kebaya, ondel-ondel dan kesenian tanjidor, sampai kuliner legendaris semacam dodol dan soto Betawi.
Sehari-hari, masyarakat Setu Babakan mengembangkan usaha pemancingan, perikanan berupa budidaya ikan dalam keramba, bercocok tanam, dan berdagang. Biasanya setiap akhir pekan diadakan berbagai pertunjukan kesenian untuk menarik minat wisatawan, mulai dari Tari Topeng, Tari Sirih Kuning, sampai Lenong. Gelaran budaya juga dimeriahkan dengan adanya para pedagang kerak telor, nasi uduk, laksa, bir pletok, dan aneka penganan khas Betawi lainnya.
Tari Sirih Kuning |
Selain pembenahan fisik, disiapkan juga paket-paket wisata berisi hiburan, demo masak dan pelatihan yang nantinya bisa dipilih oleh para pengunjung Setu Babakan. Misalnya, kursus memasak kuliner Betawi, membuat boneka ondel-ondel, belajar mementaskan Lenong atau Tari Cokek. Asyik kan?
Bir pletok, dijamin bebas alkohol. Mau belajar cara bikinnya? |
Referensi:
jakarta.go.id
beritajakarta.com
Wah suasana kaya kampung si doel itu sesuatu bgt...
BalasHapusIya banget
HapusDi sini disediakan penginapan murah juga tidak ya, Mbak?
BalasHapusBiasanya desa wisata terintegrasi juga dengan homestay a la kampung.
@nuzululpunya
Ada pak, homestay di rumah warga. Rencananya sih mau dibuat jg hostel di kawasan ini.
HapusWah jadi ingat tembi desa wisata di Jogja pak,, banyak homestay serumah dengan masyarakat setempat hehe
HapusAsiik ada kampung si doel. :D semoga makin berkembang
BalasHapusAamiin, pinginnya sih kampung budaya betawi diperbanyak lagi :)
Hapuswah kampung Setu Babakan begitu terkenal
BalasHapusasyik
mau dong
http://hatidanpikiranjernih.blogspot.com
@guru5seni8
Bisa tuh Tya, Depok-Jakarta kan?
HapusSepertinya nanti waktu ke Jakarta harus meluangkan waktu ke lokasi ini. Jadi langsung inget kisah Si Doel Anak Betawi. Jadul banged rasanya. :-)
BalasHapusIya bang @BloggerBorneo, semoga betah nanti di kampung Betawi :D
HapusIya bang @BloggerBorneo, semoga betah nanti di kampung Betawi :D
Hapussering lihat suasana betawi lewat film2 aja,
BalasHapuspengen euy ke kampung betawi ^_^
mau cicipin semur jengkolnya *nahlohh
Haiyaah jengkol :)
HapusWahhhhhh seru ajak aku dong ke sana
BalasHapusYuk :)
HapusIyaya Kampung Betawi di Jakarta Timur nggak begitu santer kabarnya. Sayang sekali padahal banyak sekali budaya Betawi, salah satunya logat bahasa daerah, yang sampai sekarang saya yakin masih dicari orang banyak. LIhat saja sinetron Si Doel yang meski diulang-ulang beberapa kali masihs saja ada yang nonton, salah satunya saya hehe..
BalasHapusDulu Gubernur Ali Sadikin pernah mencanangkan daerah cagar budaya Betawi di Condet, Jakarta Timur.. tapi sayang tdk bertahan lama mbak :( kena arus pembangunan modern
HapusWah, penasaran dengan bis pletoknya mbak.
BalasHapusDari fermentasi apa itu Mbak? Kok bisa bebas alkohol ya?
@ririekayan
Hehe.. itu namanya aja bir, sebetulnya sih ngga pake fermentasi apa2. Isinya rempah2 seperti jahe, pala, kapulaga, dll ^_^
Hapusbetawi punya gaye, mantap
BalasHapusPastinyeee hahaha
HapusNah Bir Pletok ini, saya penasaran banget. Ntar di minimarkaet bakal di jual ya...
BalasHapusyg di minimarket ntu ada alkoholnya -_- kalo bir pletok bikin sendiri aja pak, hehe..
HapusPengen banget nyobain bir pletoknya, kira-kira rasanya gimana yah?
BalasHapus@rin_mizsipoel