Akhir Desember lalu, seorang kawan menulis di status Facebook-nya:
"Paling kaga suka bisnis yg bawa-bawa agama. Menurutku sangat tidak etis. Apalagi kalo profitnya masuk ke kantong pribadi si owner."
Kali itu ia menyinggung soal film anyar berjudul Assalamualaikum Beijing, yang diadaptasi dari novel karya Asma Nadia. Si penulis, dalam mempromosikan film tersebut di akun Facebook-nya, mengajak sebanyak mungkin orang untuk menonton film itu sebagai bentuk dukungan pada film-film religi Indonesia.
"Agar film religi dan semua film yang menyuarakan kebaikan bisa menjadi tuan rumah di negeri tercinta ini."
Asma Nadia adalah salah satu penulis favorit saya sejak saya masih pelajar SMA. Karya-karyanya mengusung nuansa yang notabene melawan arus kala itu. Tema-tema yang dipilih memang tidak baru; cinta, persahabatan, hubungan orangtua dan anak, bahkan pengkhianatan dan kekerasan. Tapi Asma Nadia selalu punya nilai-nilai kebaikan universal yang disematkannya dalam cerita.
Dua cerpennya yang difilmkan, Emak Ingin Naik Haji dan Rumah Tanpa Jendela, sudah saya tonton. Dua-duanya tidak mengecewakan. Saya yakin Asma Nadia sudah berupaya terlibat dalam pembuatan film-film tersebut untuk memastikan pesan yang ada dalam tulisan tersampaikan dengan baik juga lewat film. Karena itulah saya bahkan tidak bertanya-tanya "Bagus ngga, ya?" sebelum memutuskan nonton Assalamualaikum Beijing.
Asmara Nadia (Revalina Temat), sang tokoh utama, sedang mencoba pulih dari guncangan batin. Ia membatalkan pernikahannya sehari sebelum akad karena mengetahui Dewa (Ibnu Jamil), calon suaminya, telah berbuat kesalahan besar yang sulit dimaafkan. Karena itu, Asma tidak menolak ketika kemudian ada tawaran menarik: bekerja sebagai kolumnis media cetak di Beijing, China.
Dengan dukungan sahabat-sahabatnya, pasangan suami istri bernama Ridwan (Deddy Mahendra Desta) dan Sekar (Laudya Cynthia Bella), Asma mulai menikmati hari-harinya menjelajah Beijing. Kolom yang digawangi Asma bernama Assalamualaikum Beijing, mengulas sisi-sisi unik Islam di negara tirai bambu itu. Dalam meliput, Asma sering dibantu Sunny, gadis pemandu turis yang jago empat bahasa.
Dalam perjalanan menuju suatu tempat liputan, Asma bingung soal halte bus tujuannya. Seorang penumpang berbaik hati menolongnya. Penumpang itu adalah Zhong Wen (Morgan Oey). Waktu mendengar nama Asma, Zhong Wen bilang, "You remind me of Ashima."
Ashima adalah tokoh legenda dari Yunnan. Pertemuan singkat dalam bus itu tak cukup untuk Zhong Wen bercerita soal Ashima. Terburu-buru turun di sebuah halte, Zhong Wen memberi Asma buku tentang legenda itu.
"Kapan-kapan aku bacakan buku itu untukmu," janji Zhong Wen saat Asma protes tak paham aksara China yang ada dalam buku.
Waktu berlalu. Dalam beberapa kali kesempatan, mereka berpapasan tanpa sadar. Bikin penonton geregetan, haha. Sekar yang maniak drama Korea selalu bersikap over-romantic soal perkenalan Asma-Zhong Wen. Dia malah berkhayal sendiri dengan hebohnya bahwa Asma dan Zhong Wen sangat mungkin berjodoh. Sampai suatu saat, Sunny tidak bisa menemani Asma menjelajah China untuk sementara waktu. Ia mengutus temannya sebagai pengganti. Coba tebak siapa?
Yap. Zhong Wen.
Dari Zhong Wen, Asma jadi tahu banyak hal tentang budaya di China, orang-orangnya, tempat-tempat istimewa di sana, juga memahami sejarah di baliknya. Zhong Wen bahkan berjanji untuk membawanya melihat langsung patung Ashima. Zhong Wen sendiri juga menikmati diskusi-diskusi serunya dengan Asma, gadis yang dianggapnya berwawasan luas. Diam-diam, tumbuh simpati Asma pada Zhong Wen. Hanya saja Asma ragu soal agamanya. Ia tak berani bertanya, sampai suatu hari tanya itu terjawab dengan sendirinya waktu mereka berkunjung ke masjid Niu Jie.
"Maaf, aku tunggu di luar saja," kata Zhong Wen.
"Kenapa?"
"Aku bukan muslim."
Asma mencoba bersikap realistis, menyadari perbedaan keyakinannya dan Zhong Wen. Cuma Sekar saja, yang punya delusi K-drama tingkat tinggi, yang masih yakin suatu saat mereka berdua bisa bersama. Kedatangan Dewa ke Beijing untuk meminta maaf pada Asma semakin memperumit situasi. Bak nyamuk pengganggu, Dewa berada di antara Asma dan Zhong Wen. Sikapnya yang tak bersahabat pada Zhong Wen juga membuat suasana jadi aneh.
Suatu saat, Asma sakit parah. Penyakit ini sebetulnya sudah berdiam lama, sembunyi dalam tubuhnya. Sesekali timbul peringatan berupa gejala-gejala, yang tak diambil pusing oleh Asma. Sampai ia muncul dalam satu gebrakan yang mengubah dunia Asma. Asma pun dibawa pulang ke Indonesia untuk diobati. Dia hanya meninggalkan pesan singkat, permintaan maaf pada Zhong Wen karena harus buru-buru pulang.
Setelah sempat kecewa, Zhong Wen justru mulai menggali sendiri hal-hal yang sering ia diskusikan dengan Asma. Pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, terutama soal Islam.
Apa yang terjadi selanjutnya pada Asma, Dewa dan Zhong Wen?
Saran saya: jangan nonton film ini.
Kalau harus memberi alasan, saya punya beberapa.
Saya suka cara Revalina memerankan tokoh Asma, cewek mandiri yang menolak lama-lama bersedih karena putus cinta. Desta dan Laudya sukses memerankan Ridwan-Sekar, pasangan suami istri yang sifatnya bertolak belakang tapi justru itulah serunya. Perdebatan-perdebatan kocak antara Ridwan yang cuek dan datar, dengan Sekar yang romantis dan pola pikirnya terlalu diracuni drama Korea membuat film terasa menyegarkan. Morgan Oey, yang baru kali ini berakting di layar lebar, juga bikin saya kaget karena aktingnya bagus! :D Fans-nya makin jatuh cinta dong yaa. Saya mendengar para ABG yang duduk menonton di sekitar saya berkali-kali ber-ooh dan aah tiap kali Zhong Wen.. eh, Morgan muncul di layar.
Selama ini, saya tahu Asma Nadia tak pernah meremehkan peran riset dalam
menulis buku, walau buku yang ditulisnya itu fiksi. Syukurlah hal itu
juga diterapkan dalam film adaptasinya! Assalamualaikum Beijing menambah wawasan saya tentang Beijing dan China, yang menjadi latar utama film ini. The Great Wall of China, masjid Niu Jie, filosofi minum teh ala China, dan legenda cinta Ashima-Ahei tak sekedar tempelan. Semua cukup detil ditampilkan baik berupa gambar, dialog maupun narasi, sehingga terasa meyakinkan.
Begitu pula ketika membahas penyakit serius yang menimpa Asma. Sebagai tenaga medis, menurut saya penjelasan yang diberikan soal penyakit itu lumayan informatif, tanpa terlalu banyak istilah kedokteran yang bisa membingungkan penonton awam. Tak seperti sinetron Indonesia yang terkesan asal-asalan kalau berurusan dengan adegan medis, akting Revalina Temat cukup bagus memperagakan gerak tubuh Asma yang didera hemiparesis (lemah separuh badan) akibat penyakitnya. Alat selang ventilator yang terpasang di tubuh Asma juga tampak meyakinkan penonton bahwa Asma memang sakit parah. Saya yakin, habis nonton film ini, banyak pengunjung bioskop yang kemudian googling di internet soal anti phospholipid syndrome (APS), hehe.
Selain riset, saya mengagumi keindahan diksi dalam karya-karya Asma Nadia. Diksi yang indah itu juga banyak muncul dalam dialog film. Misalnya, para penonton tentu ingat dengan kalimat dialog yang ini.
"Walau tanpa fisik yang sempurna, kita bisa punya kisah cinta yang sempurna."
Atau yang ini.
"Asma telah menuntun saya menemukan cahaya. Hidayah Allah. Saya juga ingin menuntun Asma pada cahaya, kapan pun ia membutuhkannya."
Dan tentu saja yang ini.
"Let's slowly grow old together."
Selain indah, cukup banyak dialog cerdas soal Islam terselip di sini, yang mengajak penonton ikut berpikir. Misalnya, waktu Zhong Wen mengkritisi betapa agama sering menjadi penyebab pertumpahan darah sesama manusia. Asma menjawabnya dengan cara yang menggelitik.
"Manusialah yang sering mengatasnamakan agama untuk berperang. Yang salah itu bukan agamanya, tapi manusianya yang penuh ambisi akan kekuasaan. Buktinya, antar sesama umat beragama saja bisa terjadi perang. Bahkan di negara yang tidak mengakui adanya Tuhan pun terjadi perang. Justru sebaliknya, andai dunia ini tidak mengenal Tuhan, maka akan terjadi perang yang jauh lebih dahsyat lagi."
Menjawab sedikit ucapan kawan saya di awal postingan ini... Menurut saya, ngga ada yang salah dari "bawa-bawa agama dalam bisnis",
karena pada dasarnya semua urusan kita sudah seharusnya dilandasi niat
ibadah pada-Nya. Apalagi jika urusan itu soal menyebarkan nilai-nilai
kebaikan. Seperti kata Asma Nadia:
"Sebuah proyek kebaikan harus terus disuarakan dan dipromosikan agar kebaikannya menyentuh lebih banyak orang."
Lagipula, bikin film dan mengantongi sendiri keuntungannya itu sah-sah saja. Menulis buku dan menikmati royaltinya juga boleh-boleh saja. (Meski saya tahu Asma Nadia tidak berkarya demi uang. Kiprahnya dalam mendirikan rumah-rumah baca di berbagai daerah di Indonesia, juga keuntungan film Rumah Tanpa Jendela yang didonasikan untuk gerakan sosial, adalah salah satu contohnya). Toh, saya memuji film religi ini karena memang ini film bermutu.
Trus, kenapa saya bilang jangan nonton film ini? Mau ngajak berantem?
Ngga juga sih. Saya cuma mau bilang, jangan nonton film ini sendirian. Pasti garing karena ngga ada teman ketawa dan mewek bareng. Ajak sahabat atau keluarga ya! :D
oh gitu yak, yaudah dech aku ajak anak tetangga aja dech biar ngga sendirian :)
BalasHapusCiye ciyeee anak tetangga :D
HapusUntung belu nonton :)
BalasHapusBelum punya seseorang yg bisa diajak nonton yah? Hehe.. becanda.
Hapuskalo kekurangan film nya ada gak mbak? yang saya baca dari tulisan mbak, sepertinya film nya sangat sempurna.
BalasHapusTak ada gading yg tak retak sih, tapi mungkin saya terlalu ngefans sama karya2 Asma Nadia jadi retaknya ngga keliatan, hehe. Kalo kamu udah nonton juga, kasih tau saya ya retaknya di mana aja. Serius nih hehe
Hapushehehe hampir syok saya lihat judulnya .. ternyata bikin saya ketawa mba mba .. mba ruru bisa aja bikin orang panik.. untungnya saya menonton tidak sendirian ..
BalasHapusMaaf ya say.. untungnya dirimu ngga jadi syok, hehehe :D
HapusWah jadi penasaran nih mbak sama filmnya. :D jangan nonton sendiri, ya. Iya deh bawa temen. :D
BalasHapusBawa temen rombongan sekelurahan, mbak Dini :D
HapusSaya jomblo ini ,nonton film begini'an boleh enggk iya mbak ?
BalasHapusKalau jomblo nonton begeni'an boleh enggk iya mbak
BalasHapusBoleh banget kok, ajak juga temen2 jomblo lainnya :D
HapusFilm benar2 bagus. Pemandangan, pemain dan oesan moral. Morgan Oey ber akting bagus dan tidak kaku beradu dgn Revalina. Bravo...
BalasHapusAssalamualaikum film bermutu! :)
HapusSaya juga setuju semua dengan ulasan mbak. Saya demi memuaskan diri sendiri dan menulis sedikit tentang Assalamualaikum Beijing juga sampai dua kali menontonnya. Hehe... Menonton film ini pun karena dua hal, yang pertama karena suka dengan novelnya dan yang kedua karena ada Morgan. Hehe ternyata akting morgan bener-bener melebihi ekspektasi saya.
BalasHapusOoh mbak penggemar Morgan tho? Hehe. Aktingnya memang bagus di film ini ya
HapusYah! Kejebak!!
BalasHapusTa.. ta.. ta.. tapi, aku nonton sendiri, soalnya bingung mau nonton ama siapa, temen2 udah pada pulkam huhu TT-TT.
Ya begitulah, alasan pertamanya karena ada Morgan.. aduh abg bgt alesan saya.. dan voila! Setuju ama pendapat mba, gak nyesel nontonnya walau pun cuman sendiri ditemani tiga permen lolipop.. hahahahaha
Hehehe, wah bagus Maxima menggandeng Morgan utk main di film ini. Fans2nya Morgan jadi tertarik nonton :D
HapusOo..mengkonon. Saya kirain tadi beneran dilarang nonton.
BalasHapusOraaa :D
BalasHapusehh Kirain beneran gak boleh nonton, anda bisa aja. :)
BalasHapus