Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Minggu, 03 Agustus 2014

Berhentilah Bertanya Soal Takdir

Selama momen Idul Fitri, di media sosial, beberapa kali saya menemukan semacam curhat kekesalan terhadap pertanyaan-pertanyaan rutin yang sering muncul dalam acara kumpul keluarga besar. Bahkan ada yang sampai segan bersilaturahmi bersama kerabat karena letih dan bosan menjawab pertanyaan yang itu-itu lagi.

Buat yang kuliahnya belum kelar-kelar karena terganjal revisi skripsi, pasti kebagian ditanya, "Kapan nih lulusnya? Kok lama."

Buat yang sudah diwisuda jadi sarjana dan belum juga dapat rezeki berupa pekerjaan, dapat jatah pertanyaan, "Kapan kerja? Jangan jadi pengangguran terus lah."

Buat yang karirnya mulai mapan, tapi masih jomblo, ngga ketinggalan dikilik-kilik pertanyaan, "Kapan nikah? Nanti keburu jadi perawan/ perjaka tua lho."

Buat yang sudah menikah lebih dari setahun tapi belum punya momongan, diberondong dengan pertanyaan, "Kok belum punya anak juga? Nunggu apa lagi sih.. Tambah umur makin susah punya keturunan kan?"

Buat yang sudah punya anak satu, mesti bakal ditagih, "Kapan nih mau ngasih adik buat si sulung?"

Dan seterusnya, dan seterusnya. Kalau dilanjutkan, pertanyaan-pertanyaan kayak gini ngga bakal ada ujungnya.

Bagi sebagian kita, mungkin menanyakan hal-hal itu wajar saja dan sudah bagian tak terpisahkan dari berbasa-basi. Tapi sadar ngga sih, bahwa ucapan yang kita lontarkan dengan ringan itu bisa menyinggung hati orang yang ditanya? Pernah mikir ngga sih, andai kita ada di posisi orang-orang yang belum lulus kuliah/ masih menganggur/ belum ketemu jodoh/ belum juga punya keturunan setelah lama menikah itu, gimana perasaan mereka diusik pertanyaan yang sama berkali-kali?

Ada sebagian kita yang berdalih, "Ngga usah tersinggung dong.. Anggap saja doa." Kalau memang niat kita tulus menginginkan kebaikan untuk orang lain, doakan saja diam-diam. Saya pikir ini lebih baik ketimbang terus-menerus mengajukan 'pertanyaan usil'.

Bukankah soal rezeki, jodoh, keturunan itu adalah takdir-Nya? Bukan semata ditentukan oleh keinginan manusia. Apakah kita tahu, seberapa keras usaha seseorang untuk bisa lulus kuliah? Apa kita tahu, berapa banyak wawancara kerja dan kerja serabutan yang pernah dilalui seseorang, demi merintis kehidupan yang mapan?Apa kita tahu bagaimana seorang lajang sudah bersusah payah mencari pasangan, tapi belum juga menemukan yang sesuai? Apa kita tahu sepanjang apa perjalanan sepasang suami-istri dalam berusaha memperoleh anak? Apa sih yang kita tahu tentang suka-duka orang-orang ini? Ngga banyak kan?

Kalau begitu, pantaskah kita terus mengusik orang lain dengan pertanyaan-pertanyaan yang hanya bisa dijawab dengan pasti oleh Tuhan?

2 komentar:

  1. Iya dok.. kadang kita sudah berusaha maksimal.. tapi perranyaan pertanyaan seperti itu selalu ada.
    Paling hanya berubah pertanyaan.. tepat seperti gambar yang dokter pajang. Hehhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe... entah kenapa di Indonesia masyarakat nganggap sah aja mengungkit pertanyaan2 kayak gitu.. kadang malah lebih rese yg nanya daripada yg menjalani hidup, dok. :')

      Hapus

Terima kasih untuk komentarnya :)