Denpasar, 14.00 WITA.
Syukurlah, setelah makan siang dan sholat, otak dan mata saya mulai bisa diajak konsentrasi lagi. Cacing-cacing perut kesayangan saya pun sudah tertidur nyenyak, kekenyangan. Kami berangkat ke markas Kita Sayang Remaja (KISARA). Lahir pada 14 Mei 1994, KISARA adalah sebuah organisasi remaja sukarela di Bali yang berada di bawah naungan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia).
KISARA dibentuk karena ingin ikut peduli terhadap problema remaja seperti penyalahgunaan narkoba dan masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas, misalnya hubungan seks pranikah yang tidak aman, kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual, hingga HIV/AIDS. Salah satu caranya, dengan memberi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi yang dikemas dengan pendekatan remaja. Kegiatannya banyak! Ada penyuluhan ke sekolah, pelatihan, acara konsultasi via siaran radio remaja, telepon dan e-mail.
Para relawan KISARA rata-rata merupakan mahasiswa, malah ada juga yang masih pelajar SMA lho. Hmm, rasanya saya ingin menyentil telinga para pelajar sekolah (bahkan mahasiswa) yang hobi tawuran dan bilang pada mereka, “Daripada baku hantam nggak jelas, kenapa nggak melakukan hal keren dan berguna kayak gini??”
Sesudah acara diskusi, kami diajak melihat-lihat markas KISARA. Ruangan yang cukup lapang itu letaknya di lantai tiga dan sekat-sekat membaginya menjadi beberapa ruang kecil. Sinar matahari dan angin siang itu bebas menerobos masuk lewat jendela-jendela yang dibuka lebar. Di dinding yang bercat cerah, ada beberapa poster yang juga berwarna cerah berisi gambar-gambar edukasi HIV/AIDS. Saya melongok ke satu ruangan tanpa kursi dan meja. Di sana terhampar karpet dan bantal-bantal duduk, cozy banget... bikin saya pingin duduk melingkar di sana dengan teman-teman semua, ngobrol sambil mengamati gedung-gedung dan pepohonan di luar jendela besar.
“Ini ruang konsultasi. Remaja-remaja bisa ngobrol, berbagi masalah yang dihadapinya dengan relawan di sini,” kata salah seorang relawan.
Turun kembali ke lantai terbawah, kami diajak melihat-lihat klinik VCT. Ruang tunggu klinik cukup nyaman dengan adanya kursi-kursi, sejumlah tabloid dan brosur untuk dibaca dan televisi untuk para pengunjung. Selain klinik VCT, di sini ada klinik IMS dan laboratorium sederhana. Jika relawan KISARA menemukan remaja yang perlu menjalani tes IMS atau VCT, mereka akan mengajaknya untuk menemui konselor VCT dan menjalani pemeriksaan lab di sini. Tentu saja secara sukarela tanpa paksaan. Oya, kalau masih penasaran dengan kegiatan-kegiatan KISARA yang lain atau ingin bergabung, simak website KISARA di www.kisara.co.id <-- ^__~
Hari hampir sore, kami pamit untuk kembali ke hotel. Pukul 16.00 WITA, kami istirahat dulu dan mesti berkumpul lagi di lobi garis miring ruang makan pukul 20.00 WITA untuk makan malam dan bersiap melaksanakan agenda seru: berkunjung ke transgender and gay hotspots!
Hotel Santika Kuta, 20.30 WITA.
Usai makan malam, kami masih berbincang-bincang di meja makan di sisi kolam renang. Tidak mengenakan busana atasan putih bawahan jins—dresscode wajib para finalis GoVlog selama field visit di Bali, kali ini kami berpakaian bebas. Memang Mas Rendy yang menyarankan begitu, agar di transgender and gay hotspots nanti kami tidak tampak mencolok dan lebih mudah membaur dengan para pengunjung di sana.
Ya, malam ini kami akan menyambangi tempat-tempat di mana para waria dan gay berkumpul. Entah kemana panitia field visit akan membawa kami, tapi yang jelas kami baru akan berangkat ke sana sekitar pukul 22.00 WITA, karena kawasan-kawasan itu baru mulai ramai dan hidup menjelang tengah malam.
Tiba-tiba kami kedatangan dua tamu yaitu Mas Arya dan Mas Bastian, aktifis Yayasan Gaya Dewata (YGD), sebuah organisasi yang didirikan oleh komunitas gay di Bali.
Mas Arya & Mas Bastian dari Gaya Dewata |
Organisasi ini punya misi untuk mencegah penyebaran infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS di kalangan gay, waria dan LSL (lelaki suka lelaki) lainnya. Melalui kegiatan-kegiatan seperti penyuluhan IMS dan HIV/AIDS, mengajak mereka yang termasuk kelompok beresiko terinfeksi HIV untuk memeriksakan diri ke klinik, pembagian kondom sebagai kampanye safe sex, kursus menjahit dan keterampilan salon, dsb YGD berusaha melakukan pendekatan terhadap kalangan-kalangan itu. Kalau mau tahu kiprah YGD lebih detil, langsung aja buka www.gayadewata.com ya!
“Kami berusaha memberi bekal keterampilan supaya semakin banyak waria pekerja seks atau gay pekerja seks bisa mencari nafkah tanpa harus berkecimpung lagi di dunia prostitusi,” kata Mas Arya. “Misalnya, mereka kami arahkan untuk buka usaha menjahit atau salon kecil-kecilan, jadi dancer dan entertainer.”
Berhasilkah?
“Ya sudah banyak yang sekarang mandiri dengan pekerjaan barunya, tapi banyak juga yang bandel dan kembali menjadi pekerja seks.”
Waktu beranjak makin malam. Kami bersiap berangkat ke dua tempat: pertama, ke Jalan Bung Tomo—yang terkenal sebagai tempat mangkal para waria pekerja seks. Kedua, ke Jalan Seminyak—kawasan hiburan dengan bar-bar yang sering dikunjungi para gay.
Saya sempat deg-degan juga sih. Saya kuatir bakal tampak mencolok dengan kerudung saya. Hei, tapi kan saya nggak sendirian. Ada Mbak Vina dan Febi—dua finalis wanita GoVlog selain saya, juga Mbak Galuh dari vivanews.com, kami semua berkerudung.
Oke.. ayo berangkat. Whatever will be, will be deh!
~bersambung~
slamat yah jd finalis GoVlog :)
BalasHapus@agamtrueblueblog : makasih mas ^__^ salam kenal
BalasHapus