Penyakit Alzheimer adalah kelainan syaraf yang ditandai adanya gangguan kognitif dan perilaku pada seseorang. Menurut literatur, hasil pemeriksaan MRI dan PET scan pada otak penderita menunjukkan penumpukan plak protein beta amiloid di otak, terutama di hippocampus dan di bagian otak lain yang penting untuk kemampuan seseorang dalam berpikir dan mengambil keputusan.
Plak beta amiloid yang menumpuk ini bersifat mengganggu sel-sel syaraf yang ada di sekitarnya, padahal hippocampus sangat vital perannya dalam menyimpan memori. Inilah mengapa penyakit Alzheimer dapat mengganggu kemampuan penderitanya dalam pekerjaan sehari-hari maupun kehidupan sosial.
Penyakit yang umumnya ditemukan pada usia lanjut ini belum terlalu luas diketahui masyarakat Indonesia, dan seolah masih "kalah pamor" di media jika dibandingkan dengan penyakit flu burung atau ebola. Padahal semakin cepat kita mengenali gejala-gejala awal penyakit Alzheimer pada diri sendiri atau pun orang-orang yang kita sayangi, semakin besar kemungkinannya untuk segera terdeteksi dan ditangani. Memang, tak bisa dihindari, perjalanan Alzheimer bersifat progresif alias seiring waktu akan memburuk, namun bila diobati sejak dini dapat memperlambat progresifitasnya.
Karena itu, saya seneng banget setelah menemukan beberapa film yang mengulas kehidupan penderita penyakit Alzheimer. Paling tidak, tiga sinema bergenre drama ini bisa memberikan sekelumit gambaran pada para penonton, seperti apakah penyakit penyebab demensia (kepikunan) ini. Semoga film-film ini bisa menambah pengetahuan kita soal penyakit Alzheimer. :)
A Moment to Remember
"I met you because I was forgetful. Now I'm leaving you because I'm forgetful."
Film Korea yang dirilis tahun 2004 ini berkisah tentang Kim Su-jin (Son Ye-jin), yang tanpa sengaja bertemu untuk pertama kali dengan Choi Chul-soo (Jung Woo-sung) di sebuah minimarket. Hari itu, Su-jin tengah kalut usai patah hati. Ia mampir sejenak membeli sekaleng soda di minimarket. Baru beberapa puluh meter keluar dari tempat itu, ia tersadar barang yang dibelinya tertinggal. Kesal akan kecerobohannya sendiri, ia berjalan kembali ke minimarket.
Tepat di depan pintu toko, ia berpapasan dengan Chul-soo yang memegang sekaleng soda. Su-jin, yang berasumsi itu adalah soda miliknya, seenaknya saja merebut dan menenggak minuman itu sampai habis, lalu ngeloyor meninggalkan Chul-soo terbengong-bengong.
Ketika hendak naik bus dan mencari-cari dompet untuk membayar ongkos, lagi-lagi Su-jin tersadar dompetnya juga tertinggal di minimarket. Tak habis pikir dengan keteledorannya, ia kembali ke minimarket. Ternyata petugas kasir sudah berbaik hati menyimpankan dompet dan minuman kalengnya. Su-jin yang merasa bersalah tak sempat meminta maaf pada lelaki malang yang ia rampok sodanya, karena orang itu sudah keburu pergi. Haha.
Selang beberapa waktu, suatu saat Su-jin bertemu lagi dengan Chul-soo, yang ternyata bawahan ayah Su-jin di sebuah perusahaan konstruksi. Setelah dendam insiden soda kaleng terbalaskan dengan kocak oleh Chul-soo, mereka berkenalan dan menjadi dekat. Hubungan mereka berlanjut hingga jenjang pernikahan. Selama dua tahun berumah tangga, mulai banyak terlihat hal-hal yang menunjukkan bahwa Su-jin memiliki gangguan memori.
Sering lupa sedang memasak, sehingga panci-panci jadi gosong, haha. Selalu lupa di mana meletakkan benda-benda kecil seperti bolpen, sehingga Su-jin selalu membawa selusin bolpen di tasnya. Sulit mengingat angka dan tanggal. Bahkan ada saatnya ia bingung karena lupa jalan pulang.
Dari hasil konsultasinya dengan seorang neurologist, diketahui Su-jin terkena jenis penyakit Alzheimer yang sangat langka, yang terjadi pada usia semuda Su-jin. Nah, mulai dari sini film bakal lumayan menguras airmata, jadi siap-siap aja ya. :)
Sejak itu penyakit Su-jin dengan cepat memburuk. Hilangnya memori pada penyakit Alzheimer dimulai dari hal-hal yang baru terjadi, misalnya percakapan kemarin sore, menu apa yang dimakan pagi tadi, dll. Masih ingat insiden ketinggalan dompet dan soda pada pertemuan pertama Su-jin dan Chul-soo di minimarket? Mungkin itu salah satu gejala awal Alzheimer.
Lama kelamaan hilangnya memori dan disorientasi semakin parah, sehingga bisa lupa tentang keluarga dan orang-orang tercinta, bahkan lupa pada keberadaan diri sendiri. Semua kenangan yang seolah terhapus ini, Su-jin dengan sedih menyebutnya, "I have an eraser in my head".
Su-jin harus mengenakan tanda pengenal berisi identitas dan alamat, jaga-jaga bila ia tersesat saat pergi keluar rumah. Chul-soo menempelkan banyak memo kecil untuk membantu Su-jin sehari-hari, misalnya di mana letak kamar mandi, cara membaca jam, dan cara mengoperasikan alat rumah tangga. Obat-obatan bisa memperlambat progresifitas penyakit, walau hasilnya belum terlalu menggembirakan.
Di sinilah cinta Su-jin dan Chul-soo diuji. Bagaimana bila suatu saat Su-jin tak mampu lagi mengingat suaminya?
Di sinilah cinta Su-jin dan Chul-soo diuji. Bagaimana bila suatu saat Su-jin tak mampu lagi mengingat suaminya?
"Don't be so nice to me, Chul-soo, because I'll forget everything."
"Don't worry. I'll remember everything for you."
The Notebook
"The best love is the kind that awakens the soul and makes us reach for more. And that's what you've given me."
Diadaptasi dari buku karya Nicholas Sparks, film yang dirilis tahun 2004 ini dibintangi Rachel McAdams dan Ryan Gosling. Alkisah, ada seorang perempuan lansia tinggal di rumah perawatan untuk manula. Hari-harinya selalu didampingi seorang Mr. Calhoun, lelaki sesama penghuni panti, yang sering membacakan sebuah buku jurnal (notebook) padanya.
Jurnal tersebut ditulis tangan oleh seorang perempuan bernama Allie, berisi kisah hidup Allie sendiri. Allie yang berasal dari keluarga berada, suatu saat menghabiskan liburan musim panas di suatu kota kecil, Seabrook. Di sini ia bertemu Noah, pemuda miskin pekerja keras, dan mereka saling tertarik.
Walau sebetulnya banyak perbedaan antara keduanya, dan hampir setiap saat mereka berdebat atau bertengkar tentang banyak hal, mereka tetap saling tergila-gila satu sama lain. Mereka sering menghabiskan waktu ngobrol di sebuah rumah tua tak berpenghuni. Noah selalu mengutarakan mimpinya untuk membeli rumah bobrok itu untuk Allie dan memperbaikinya sendiri suatu saat nanti.
Sayang, hubungan mereka ditentang orangtua Allie. Untuk memisahkan Allie dari Noah, orangtua Allie pun segera membawa Allie pergi dari Seabrook, kembali ke rumah mereka di Charlestown.
Noah berusaha menghubungi Allie lewat ratusan surat yang dikirimnya, namun sama sekali tak ada balasan dari Allie. Benarkah Allie sudah melupakannya? Noah akhirnya mengikuti wajib militer dalam Perang Dunia II dan dikirim ke medan tempur, sementara Allie menjadi perawat sukarela yang menolong para tentara yang terluka. Lon Hammond, salah seorang pasien yang ditolongnya, tertarik pada Allie dan menyatakan perasaannya. Walau hati Allie masih dibayangi kenangan Noah, ia tetap menjalani hubungan dengan Lon, berharap dengan begitu ia bisa move on dari Noah. Lagipula, Lon yang mapan itu direstui oleh orangtua Allie.
Namun, sampai menjelang pernikahan, hati Allie masih bimbang soal Lon. Apalagi Allie menemukan foto Noah terpampang di surat kabar lokal. Diberitakan bahwa Noah adalah pemilik baru rumah tua megah yang kini telah direnovasi atas kerja kerasnya sendiri, menjadi rumah yang paling diinginkan di Seabrook.
Sudah banyak orang yang datang dan pergi, amat tertarik membelinya, tapi Noah selalu menaikkan harga. Sebetulnya ia tidak benar-benar ingin rumah itu terjual, karena itu tinggal itu satu-satunya yang menghubungkan dia dengan kenangan tentang Allie.
Allie pun nekat datang menemui Noah, untuk menuntaskan urusan yang selama ini masih mengganjal di antara mereka. Ia ingin ganjalan itu selesai sebelum hari pernikahannya dengan Lon. Ternyata, apa yang mestinya jadi pertemuan terakhir itu justru membangkitkan lagi cinta mereka.
"It wasn't over. It still isn't over."
Allie pun harus mengambil keputusan kali ini, akankah dia memilih Lon atau Noah?
Mr. Calhoun membacakan kisah ini setiap hari pada perempuan itu, yang ternyata memiliki penyakit Alzheimer. Sehingga seringkali perempuan itu lupa pada Mr. Calhoun, juga lupa bagian-bagian jurnal mana yang sudah dibacakan sahabat karibnya itu. Tanpa rasa jenuh, Mr. Calhoun dengan sabar selalu menjelaskan lagi siapa dirinya, sedang apa, serta membacakan kisah cinta Allie-Noah berulang-ulang.
Sampai suatu hari, keluarga Mr. Calhoun datang berkunjung dan berkenalan dengan perempuan itu. Meski ramah, mereka tampak canggung dan menatap perempuan tua itu dengan mata iba. Saat perempuan itu beranjak pergi, terbongkarlah cerita sebenarnya. Mr. Calhoun berbincang tentang identitas sesungguhnya perempuan tua itu, hubungannya dengan Allie, dan mengapa jurnal itu sangat penting baginya.
"Read this to me, and I'll come back to you."
Film ini tak terlalu banyak mengumbar kesedihan soal penyakit Alzheimer itu sendiri, dan lebih fokus pada liku-liku cinta Allie dan Noah, yang tetap langgeng walau diterpa ujian. Sweet and romantic. ;)
Still Alice
"Sometimes I can see the words hanging in front of me and I can't
reach them. And I don't know who I am, and I don't know what I'm going
to lose next."
Film anyar yang diangkat dari novel best-seller karangan Lisa Genova ini berkisah tentang hidup Alice Howland (Julianne Moore) yang sekilas terlihat sempurna. Alice adalah seorang profesor cemerlang di bidang linguistik, yang mengajar di Universitas Columbia. Keluarganya harmonis. John (Alec Baldwin), suaminya, sangat mendukung karier Alice. Hubungan Alice dengan ketiga anaknya, Anna, Tom dan Lydia juga baik, kecuali perbedaan pendapat yang merenggangkan Alice dengan si bungsu Lydia. Usai lulus SMA, Lydia memutuskan tidak kuliah, melainkan mengejar cita-citanya menjadi aktris. Padahal Alice selalu mendorong Lydia untuk kuliah seni, setidaknya supaya masa depannya lebih "terjamin" bila impiannya bermain film kandas.
Suatu ketika, selama sesaat Alice kehilangan kata-kata sewaktu sedang mengajar di depan kelas. Ia pernah tiba-tiba tersesat saat jogging di jalur lari yang sesungguhnya sudah biasa ia lalui tiap hari. Ia tidak lagi tangkas bermain kata dalam online game favoritnya yang membutuhkan kekayaan kosa kata. Ia tidak ingat janji pertemuan atau acara makan malam yang sudah ditetapkan tanggalnya. Semua ini membawa Alice datang ke ruang praktik seorang dokter ahli syaraf.
Awalnya Alice curiga dirinya mengidap semacam tumor otak yang mempengaruhi memorinya. Sang neurolog mengajukan banyak pertanyaan dan perintah yang awalnya terdengar konyol.
"Tolong eja WATER dari belakang."
"Tolong eja WATER dari belakang."
"Hafalkan ini, nanti aku akan memintamu untuk menyebutkannya lagi. 'John Black. Washington Street 42, Hoboken'."
Setelah beberapa menit mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain, dokter kembali meminta Alice menyebutkan nama dan alamat tadi, yang dijawab Alice dengan terbata-bata dan... salah.
Setelah beberapa menit mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain, dokter kembali meminta Alice menyebutkan nama dan alamat tadi, yang dijawab Alice dengan terbata-bata dan... salah.
Hasil tes itu, beserta MRI dan PET scan, menunjukkan Alice terkena penyakit Alzheimer. Alice berusaha tegar menjalani hidupnya sehari-hari. Meski masa depannya yang tampak suram ada di depan mata, ia ingin hidupnya yang singkat ini bermakna.
"I'm not suffering. I'm struggling."
(Tak terlalu) lambat tapi pasti, Alice semakin banyak kehilangan memori dari hari ke hari. Para mahasiswanya mengajukan keluhan dan menganggapnya tak kompeten mengajar, sehingga ia harus pensiun sebagai dosen. Alice sangat terpukul, dan terasa ironis mengingat bahasa sudah menjadi keahliannya selama puluhan tahun.
Alice bahkan harus mengenakan gelang logam berukir tulisan "Memory Impaired", sebagai tanda pengenal kalau suatu saat ia tanpa sadar pergi dari rumah dan ada orang yang menemukannya sedang kebingungan di tengah jalan. Setiap kali menatap gelang itu, Alice tampak merasa terhina dan tak berdaya. :(
Dampak penyakit ini terhadap jatuhnya rasa percaya diri memang paling tampak pada penderita yang berpendidikan tinggi. Mereka sudah terbiasa hidup dengan kemampuan berpikir yang maju, dan bangga dengan hal itu. Alangkah sedihnya ketika intelegensia yang berharga itu direnggut oleh Alzheimer. Jangankan bisa berdiskusi tentang topik rumit, mengingat letak kamar mandi di rumah sendiri pun sulit, seperti yang dialami Alice.
Film ini juga memperlihatkan, bahwa penyakit Alzheimer bukan hanya membutuhkan ketabahan dari penderita yang mengalaminya, tapi juga dari orang-orang yang mencintainya. Meski repot, keluarga Alice selalu berusaha menjaga perempuan itu sebaik-baiknya. Bergantian menemani Alice, mengajaknya bicara atau membacakan sebuah buku, dan sebagainya.
Adegan paling menyentuh dalam Still Alice menurut saya adalah, saat Alice menjadi tamu dalam sebuah pertemuan kelompok Alzheimer. Di sana, ia membacakan pidato buatan sendiri. Meski harus dibaca sambil ditandai stabilo kuning supaya Alice tidak mengulang-ulang membaca baris yang sama, pidato itu sangat keren. Alice mengutip puisi Elizabeth Bishop, One Art; metafora dari kondisi yang dialaminya sendiri: kehilangan memori. Bahwa bagi penderita Alzheimer, "lupa" terjadi setiap hari, sedikit demi sedikit, sehingga semestinya ia akan terbiasa dan tidak merasa kehilangan lagi.
The art of losing isn't hard to master.
Seni tentang kehilangan tidaklah sulit untuk dikuasai.
seingat saya ada draman korea juga, kalau inget nie penyakit jadi ikut sakit kepala ya :(
BalasHapusoya? apa judulnya mbak, mungkin saya perlu nonton juga. hehe
Hapusa thousand promise itu drama koorea nya
HapusJudulnya A Thousand Day Promise
HapusFilm2 penguras aer mata semua :( saya pun sedang berencana membuat versi cerpennya tp ternyata susah ya -.-
BalasHapussalam kenal, mampir yak :D
haha.. yg penting sih edukasi tentang Alzheimer-nya sih, tapi tak bisa dipungkiri saya nangis juga nonton film2 ini, wew... T_T
Hapusfilm indonesia juga ada,, judulnya love pemainnya sopyan sopian kalau gak salah, lupa :D cuma film itu yang pernah ditonton kalau tentang alzheimer,,
BalasHapuspenasaran sama film notebook, katanya sih bagus, meski jadul,,
iya ya, duluuu banget saya pernah satu kali nonton Love. :)
HapusBelum nonton semua jelasnya. He...7x
BalasHapus@nuzululpunya
:) gpp pak kalo blm nonton.. yg penting baca resensi saya dulu.. hehe
Hapusohh.. jadi alzheimer itu semisal penyakit amnesia atau pikun gitu yaa...?!?
BalasHapusJadi pengen buat film tentang penyakit ini deh...
Smua filmnya bgus yaa sist... mnguras aer mata bgd .. hikz
BalasHapusbsok jd kerjaan saya tuh mmbantu pasien2 alzheimer... hehe
A momen to remember bikin patah hati
BalasHapus