Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Jumat, 13 Februari 2015

Mengenal Penyakit Alzheimer

 
Pernahkah menemukan teman atau keluarga kita yang kemampuan berpikir dan perilakunya menurun drastis setelah menginjak usia di atas 60 tahun? Mereka yang semasa mudanya dikenal aktif, cemerlang dan senang bergaul, berubah menjadi pelupa, pemarah atau menarik diri dari lingkungan. Jangan-jangan, itu semua adalah gejala dari penyakit Alzheimer, bentuk kepikunan yang paling banyak dijumpai pada orang-orang lanjut usia.

Penyakit Alzheimer adalah kelainan syaraf yang ditandai adanya gangguan kognitif dan perilaku pada seseorang. Penyakit ini ditemukan pertama kali pada tahun 1906 oleh dr. Alois Alzheimer--seorang dokter berkebangsaan Jerman--usai melakukan bedah otopsi pada jenazah seorang pasien perempuan yang semasa hidupnya memiliki suatu gangguan mental yang belum dikenal. Dokter Alzheimer menemukan adanya kelainan jaringan otak, yaitu penumpukan sedimen protein yang disebut beta-amiloid.

Pada penderitanya, fungsi otak di bagian-bagian tertentu melemah, terutama di hippocampus yang penting untuk memproses dan menyimpan memori, dan di bagian otak lain yang menentukan kemampuan seseorang berpikir dan mengambil keputusan. Kelainan biasa ditemukan pada bagian-bagian otak tertentu yaitu hippocampus dan bagian otak lain yang berperan dalam daya pikir dan pengambilan keputusan.

Mengingat pentingnya peran bagian-bagian otak ini dalam kemampuan intelegensia seperti daya ingat dan kemampuan berbahasa, maka gejala-gejala yang muncul pun sejalan dengan fungsi otak yang melemah tersebut. Misalnya, sulit mengingat hal-hal yang belum lama terjadi, berhenti tiba-tiba di tengah kalimat karena bingung menentukan kata-kata yang hendak diucapkan, bahkan lupa cara melakukan pekerjaan sederhana seperti mengikat tali sepatu. Inilah mengapa Alzheimer dapat mengganggu kemampuan penderitanya dalam pekerjaan sehari-hari maupun kehidupan sosial.


Yang paling dulu terganggu adalah memori jangka pendek, yaitu ingatan tentang hal-hal yang belum lama terjadi. Misalnya sulit mengingat minggu lalu pergi kemana dan dengan siapa, kemarin lusa pakai baju apa, tadi pagi sarapan apa, lupa membubuhi garam pada masakan yang sedang dibuat, atau malah sebaliknya, berkali-kali menambahkan gula pada kopi yang diraciknya karena tidak ingat sudah melakukannya barusan.
  
Gejala-gejala awal mungkin tampak sepele seperti lupa menaruh benda-benda kecil, atau sulit mengingat angka. Namun semakin lama kejadian semacam ini akan semakin jelas dan mengganggu, mulai dari lupa janji temu dengan teman atau kolega, mendadak bingung dan tersesat dalam perjalanan pulang di rute yang biasa, sampai sulit mengenali anggota keluarga. Perubahan perilaku juga terjadi berupa kehilangan spontanitas, tidak antusias lagi pada hobi, cenderung diam dan menyendiri, atau sering marah terutama bila merasa "disudutkan" dengan pertanyaan yang mengharuskannya mengingat sesuatu, seperti "Masa kamu tidak ingat nama anakmu sendiri?"
Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2011 lalu jumlah penderita Alzheimer di negara kita mencapai satu juta penduduk. Penyakit ini belum terlalu luas diketahui di Indonesia, dan masih "kalah pamor" di media dibandingkan dengan flu burung atau ebola. Padahal semakin cepat kita mengenali gejala-gejala awal penyakit Alzheimer pada diri sendiri atau pun orang-orang yang kita sayangi, semakin besar kemungkinannya untuk segera terdeteksi dan ditangani. Memang, tak bisa dihindari, perjalanan Alzheimer bersifat progresif alias seiring waktu akan memburuk, namun bila diobati sejak dini dapat memperlambat progresifitasnya.

Meski penyakit ini umumnya menyerang orang-orang lanjut usia, namun akhir-akhir ini ada kecenderungan terjadi pada usia yang lebih muda, yaitu 30-an atau 40-an. Dr. Yustiani Dikot, SpS (K), seorang konsultan pada Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAZI), memaparkan bahwa sudah banyak ditemukan pasien yang terdeteksi Alzheimer pada usia 40-47 tahun.

Tren ini kemungkinan berkaitan dengan pola hidup manusia di zaman modern yang cenderung mengkonsumsi makanan berlemak, merokok dan kurang aktivitas fisik. Beberapa faktor resiko penyakit Alzheimer, selain faktor genetik, sebetulnya dapat dicegah atau dikelola antara lain obesitas, penyakit diabetes, hipertensi, atau kadar kolesterol darah yang tinggi. Walau Alzheimer sampai saat ini belum dapat disembuhkan, setidaknya kita bisa berusaha sedini mungkin mendeteksinya, atau mencegahnya dengan pola hidup yang sehat.  


 
Referensi:
www.emedicine.medscape.com
www.antaranews.com 

2 komentar:

  1. Kita semua akan mengalaminya, jadi bersiap-siaplah

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga sih ngga mengalaminya karena ini masuk ke dalam gangguan psikologi

      tapi memang kita sekarang sudah hidup dalam lingkungan yang memicu ini
      karena persaingan yang kurang sehat, tipu menipu, merendahkan, dan gejala psikopat lainnya

      ya Allah lindungilah kamiii

      Hapus

Terima kasih untuk komentarnya :)