Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Selasa, 29 Juli 2014

Hijab On-Off


Reaksi saya selalu sama bila ada teman, saudara bahkan public figures yang tidak saya kenal, memutuskan berhijab; menutup auratnya dengan sempurna seperti yang disuruh Tuhan. Saya pasti akan kagum dengan 'aura' cantik dan anggun yang entah kenapa saya lihat selalu nempel pada perempuan berhijab. Juga akan gembira, dan dalam hati berdoa semoga mereka dan saya akan tetap istiqomah dengan hijab kami sampai akhir hayat.

Sebaliknya, bila ada muslimah yang kemudian menanggalkan hijabnya, saya pasti sedih. Padahal kenal saja belum tentu, hehe. Sedih seperti kehilangan satu saudara yang berpisah mengambil jalan menikung, tidak lagi bersama-sama di jalan yang Dia tentukan. Ujungnya, berdoa lagi semoga masalah apa pun yang jadi penyebab mereka melepas hijab, segera mendapat solusi. Semoga kelak hidayahNya datang lagi pada mereka, sehingga tergerak untuk berhijab.

Bukan berarti muslimah yang berhijab itu lebih suci dan lebih baik dari yang tidak berhijab lho. Soal siapa yang paling beriman, cuma Allah yang tahu. Tapi setidaknya berhijab adalah salah satu bukti ketaatan akan perintahNya. Hijab juga jadi booster lebih yang 'melecut' kita untuk memperbaiki diri dari waktu ke waktu. Misalnya, udah berhijab masa baca Al Qur'an masih terbata-bata.. masih lebih lancar nyanyi lagunya Michael Bublè. Udah berhijab masa masih suka nggosipin orang..

Beberapa waktu lalu, saya baru tahu bahwa seorang artis muda yang belum lama bercerai dari suaminya, melepas hijab. Kemarin lusa, seorang senior bercerita tentang peraturan di satu rumah sakit swasta, yang melarang karyawatinya berhijab. Hari ini di media massa, tampak foto seorang istri gubernur yang sejak satu-dua bulan lalu berhijab, kini menanggalkan hijabnya.

Mungkin ada banyak alasan kenapa seorang muslimah memutuskan bongkar-pasang atau on-off dalam berhijab. Ada yang melakukannya karena terjepit peraturan di tempat kerja. Ada yang melakukannya karena merindukan momen-momen bebas berbaju modis dengan rambut tergerai. Ada yang melakukannya karena sudah tak punya alasan lagi untuk terus berhijab (misalnya, dulu berhijab karena disuruh suami. Setelah cerai, untuk apa lagi berhijab?). Ada yang melakukannya sekedar menyesuaikan diri dengan nuansa Ramadhan (berhijab sampai Idul Fitri saja). Ada yang melakukannya untuk meraih simpati dan dukungan orang-orang. Atau alasan-alasan lainnya yang saya tidak tahu.

Tapi--mohon maaf, ini cuma opini kecil saya--apakah ALLAH bukan alasan yang cukup untuk membuat mereka bersabar dengan hijabnya?

Saya teringat lagi masa bertahun-tahun lalu, di mana hijab masih asing, dicemooh bahkan ditolak di Indonesia. Bagaimana para muslimah, kakak-kakak kelas saya dulu memperjuangkan hak supaya diizinkan mengenakan hijab di sekolah dan kampus. Bagaimana mereka pantang menyerah saat perusahaan-perusahaan bonafide menolak mempekerjakan mereka, enggan mengakui skill mereka hanya lantaran mereka berhijab. Bahkan, bagaimana mereka dimusuhi orangtua tersayang yang masih menganggap hijab itu budaya Arab dan lambang terorisme. Sesulit apa pun rintangan, mereka tetap mempertahankan hijab.

Tak habis rasa terima kasih saya. Kalau bukan karena mereka yang dulu berjuang, mungkin hari ini saya dan muslimah-muslimah Indonesia lainnya tidak bisa leluasa berhijab dengan tenang dalam aktifitas sehari-hari. Yah.. sayang aja... Dulu betapa mahalnya hak berhijab harus dibayar, tapi sekarang hak itu malah disia-siakan dengan gaya hijab on-off.

Yah, sekali lagi ini hanya opini saya. Apapun, soal berhijab akhirnya adalah urusan pribadi antara muslimah dan Tuhannya. Yang tahu niat di balik hijab itu juga cuma Dia Yang Maha Mengetahui rahasia terdalam hati manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih untuk komentarnya :)