Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Senin, 07 April 2014

(Book Review) Rahasia Hidup Lebah


Judul        : Rahasia Hidup Lebah
Penulis     : Sue Monk Kidd
Penerbit   : GagasMedia
Tebal       : 412 halaman

Biasanya, saya tertarik menonton film adaptasi dari novel-novel yang pernah saya baca. Penasaran sih, ingin membandingkan imajinasi yang ada di kepala saya saat membaca buku itu, dengan imajinasi si pembuat film yang berusaha memvisualkannya ke layar lebar.

Rahasia Hidup Lebah, saya justru baru tahu buku ini dari filmnya yang berjudul The Secret Life of Bees; sama seperti judul asli novelnya. Dibintangi oleh Dakota Fanning yang masih imut-imut, film itu sangat berkesan buat saya. Temanya menggelitik, tentang keluarga dan rasisme. Setelah itu langsung hunting novelnya, dan... sama kerennya dengan versi film!


Lily Melissa Owens adalah gadis 14 tahun, anak pemilik kebun persik yang hidup di luar kota Sylvan, South Carolina. Lily kesepian dan selalu merindukan ibunya, yang tewas karena kecelakaan pistol saat Lily berumur 4 tahun. Lily tak ingat persis kejadiannya, tapi selalu merasa dialah penyebab kematian sang ibu. 

Yang paling kuinginkan di dunia ini hanyalah ibuku. Dan, aku sendiri yang telah merenggutnya dari sisiku. 

T. Ray, ayahnya, adalah satu-satunya keluarga yang tersisa, sekaligus dibencinya. T. Ray mendidik Lily dengan cemooh dan hukuman. Lily suka membaca dan gurunya di sekolah bilang, dengan kecerdasan Lily, kelak dia bisa jadi seorang penulis. Tapi T. Ray menganggap semua itu tidak berguna. Menurutnya, membaca itu cuma buang waktu, tidak menghasilkan uang, dan hanya untuk para pemalas. Dia lebih suka Lily bekerja membantunya berjualan persik. 

Lily tumbuh menjadi gadis yang tidak populer, minder dan tanpa teman. Lily tak pernah repot-repot memanggil 'Ayah' pada T. Ray, karena sebutan itu terlalu indah dan hangat untuk disematkan padanya. 

"Ayahku--kupanggil T. Ray karena sebutan 'Daddy' tidak cocok untuknya."

Meski bilang benci, tapi sebetulnya dalam hati Lily berharap T. Ray masih punya sedikit cinta untuknya, meski itu cuma seulas senyum atau satu pujian saja. Sayang, Lily tak pernah mendapatkannya. Penghibur hati Lily hanyalah barang-barang peninggalan ibunya. Syukurlah Lily punya Rosaleen Daise, perempuan tambun berkulit hitam yang mengasuh Lily sejak ibunya wafat. Walau tidak berpendidikan dan cerewet, Rosaleen menyayangi Lily, dan setidaknya bisa menggantikan sosok ibu yang hilang dari hidupnya.

Pada tahun 1964, UU Hak Sipil baru saja diresmikan di Amerika Serikat. Warga kulit berwarna, yang tadinya tak boleh berkontribusi dalam pemilu, kini berhak untuk memberi suara. Pada masa ini pula, mulai bermunculan gerakan yang menuntut kesetaraan hak antara warga kulit putih dan kulit berwarna. Tapi nyatanya, masih banyak warga kulit putih yang menentang hal itu. Mereka menganggap ras kulit putih adalah ras paling unggul di dunia, berhak memimpin ras-ras lainnya. 

Siapa sangka di negara (yang katanya) demokratis seperti Amerika Serikat, ternyata pernah ada rasisme yang sebegitu masifnya. Orang-orang berkulit putih leluasa bersekolah sampai tingkat perguruan tinggi, berkarier menjadi pengacara, dokter bahkan presiden, dan bebas pergi kemana mereka suka. 

Orang-orang dengan kulit berwarna hanya jadi warga kelas dua. Dieksploitasi untuk dijadikan buruh kasar, pekerja ladang, pembantu rumah tangga dan pengasuh anak berupah rendah, yang dianggap 'benda milik' sehingga bisa diwariskan atau diberikan pada orang lain. Mereka juga kerap jadi sasaran bullying orang kulit putih dan diperlakukan diskriminatif. Banyak toko, restoran, gereja, bahkan toilet umum yang dipasangi tulisan "White Only" alias khusus untuk orang kulit putih. Jika berpapasan dengan orang kulit putih di tengah jalan, maka mereka harus menepi sampai si kulit putih lewat. 

Hih. Primitif kan? Maksud saya, masa sampai mau beribadah di gereja aja mereka harus dipisah berdasarkan warna kulit? Ironis banget, mengingat bahwa bukankah semua manusia di hadapan Tuhan itu sama saja? Apapun rupa, keturunan dan warna kulitnya. 

Untuk menikmati fasilitas umum saja, warga kulit berwarna dinomorduakan, apalagi dalam pemilu. Mereka sama sekali tak punya hak memberi suara. Maka UU Hak Sipil ini disambut gembira oleh warga kulit berwarna. Namun wilayah selatan AS, termasuk daerah tempat Lily tinggal, masih kental akan rasisme. Orang-orang yang mendukung kesetaraan hak tidak bisa terang-terangan menunjukkannya, kalau tidak mau ditindas. Siapa yang kritis membela kaum kulit berwarna bisa dicap pembangkang, dipenjarakan karena berbagai alasan yg dibuat-buat, bahkan bisa berakhir tewas dibunuh secara misterius.

Itu semua tidak membuat Rosaleen yang keras kepala, gentar. Dia tetap antusias ingin pergi ke Kota untuk memberi hak suaranya. Lily yang tidak suka tinggal di rumah sendirian bersama T. Ray, ikut bersama Rosaleen. Di tengah jalan, segerombolan lelaki kulit putih menghina Rosaleen. Lily memperingatkan Rosaleen untuk tidak menanggapinya, tapi Rosaleen malah bersikap menantang dan berulah dengan orang-orang itu. Bisa ditebak, Rosaleen dikeroyok dan dipenjara dengan tuduhan palsu, penyerangan. Malah, dia juga dianiaya selama di bui, sampai harus dirawat di rumah sakit. Dijaga polisi tentunya, supaya setelah diizinkan pulang oleh dokter, dia bisa digelandang kembali ke penjara.

Lily bertengkar dengan T. Ray karena lelaki itu tak sudi membantu Rosaleen. Sampai T. Ray mengungkit tentang siapa penyebab terbunuhnya ibu Lily, dan peristiwa di balik itu... Hari itu juga, Lily memutuskan dia akan menyelamatkan Rosaleen, lalu pergi dari rumah. Selamanya. Inilah salah satu bagian cerita yang saya suka, di mana Lily berhasil memperdaya pastur dan polisi demi membawa kabur Rosaleen dari rumah sakit. Licik tapi tetap innocent

Dari sini petualangan Lily yg sesungguhnya dimulai. Iya lah, soalnya Lily sendiri tidak tahu kota macam apa yang akan mereka tuju, kecuali berbekal sebuah barang peninggalan ibunya: selembar gambar bunda Maria berkulit hitam, di baliknya tercantum kata-kata "Tiburon, S.C" dengan tulisan tangan. Dia tahu ibunya pernah pergi ke sana, dan mungkin jika Lily juga ke sana, ia akan memperoleh jawaban teka-teki kematian ibunya.

Perjalanan mereka melelahkan, belum lagi Lily harus mengarang cerita setiap ada orang yang curiga. Di masa itu, orang kulit putih dan kulit hitam yang ngobrol bareng, makan bersama di satu meja, atau bepergian bersama dianggap janggal, bahkan tabu. Selain itu, Lily cemas mereka akan jadi buronan polisi. Di tengah kekacauan itu, Lily menemukan bahwa gambar Maria berkulit hitam milik ibunya berasal dari label stoples madu bermerk Black Madonna Honey. Madu itu berasal dari peternakan lebah milik keluarga kulit hitam, Boatwright.
Lily sangat berharap ini adalah petunjuk yang akan membawanya pada kebenaran tentang ibunya. Lily datang ke rumah Boatwright, yang dihuni tiga perempuan kakak-beradik nyentrik; August, June, dan May. August, yang tertua, sangat tegas, paling bijaksana di antara ketiganya, dan tahu semua tentang kehidupan lebah. June pecinta musik, kritis, berlidah tajam, sedikit angkuh dan feminis sejati yang enggan menikah. May adalah yang paling aneh; berhati lembut, cepat berganti antara sedih dan gembira, dan punya tumpukan batu di belakang rumah yang disebut "Dinding Ratapan", tempat dia menyimpan kertas-kertas bertuliskan curahan perasaannya.

Kepada mereka, Lily berbohong tentang siapa dirinya. Keluarga Boatwright menerimanya dan Rosaleen untuk tinggal dan bekerja di sana. August mengajarinya beternak lebah dan memanen madu, membuatnya bekerja keras sepanjang hari. Tapi anehnya, bersama orang-orang asing yang berbeda warna kulit ini, Lily merasa berada di tengah keluarga yang sesungguhnya. Lily merasa damai. Nyaman. Betah. 

Ka-ki: August, June, dan May Boatwright
Apalagi ada Zachary Taylor, pekerja August, yang baik, humoris, dan sebaya dengan Lily. Yang bercita-cita jadi pengacara supaya bisa mengubah dunia jadi tempat tinggal yang menyenangkan bagi semua orang, tak peduli apa warna kulitnya. Yang percaya pada cita-cita Lily menjadi penulis dan menghadiahinya buku catatan supaya Lily bisa segera mulai mewujudkannya. Lucu deh waktu Lily mengungkapkan arti Zach bagi dirinya: 

"Kau sepertiga teman, sepertiga kakak laki-laki, sepertiga rekan pengurus lebah, dan sepertiga pacar," kataku kepada Zach. Kami bertatapan sementara aku memikirkan sepertiga mana yang akan dihapuskan. 

Bagaimanapun, Lily dan Zach sadar bahwa perbedaan warna kulit adalah penghalang terbesar kebersamaan mereka. Duh, sedihnya :( Tapi kerennya, ini justru melecut semangat Zach untuk bekerja keras supaya bisa masuk sekolah hukum dan mengejar cita-citanya.

"Kita tidak boleh berpikir untuk mengganti warna kulit kita," ujar Zach. "Ubahlah dunia--itu yang harus kita pikirkan."

Hey, not bad at all, Zach!

Lily dan Zach. Sweet couple :D
Terlepas dari masalah cinta, perlahan masa lalu ibu Lily mulai terungkap. Lily harus berhadapan dengan rahasia besar... Tentang hubungan antara ibunya dengan August Boatwright. Tentang peristiwa sebenarnya di hari kematian ibunya. 

Dan... jika suatu hari T. Ray muncul di hadapannya untuk menyeretnya pulang, apa yang harus dia lakukan? 

*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih untuk komentarnya :)