Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Rabu, 09 April 2014

Yakin Mau Golput? Pikir-pikir Dulu Deh!


Kemarin malam saya ngobrol panjang lebar via telepon dengan suami. Salah satu topik seru yang kami bahas adalah tentang pemilu tanggal 9 April 2014. Ternyata, suami saya bakal golput! Bukan golput karena berdalih semua partai busuk sehingga tidak ada yang layak dipilih. Bukan juga karena apatis; tidak tahu siapa caleg yang akan dipilih dan tidak mau repot-repot mencari tahu.

Suami saya tidak bisa hadir di TPS dekat tempat tinggal kami untuk menggunakan hak suara, karena dia sedang bertugas, tidak berada di Jakarta. Sementara di tempat tugasnya, sebuah kawasan lepas pantai, tidak ada fasilitas tempat pemungutan suara (TPS). Begitu pula puluhan rekan kerjanya di sana, tampaknya akan bernasib sama. Terpaksa golput! 

Sayang sekali KPU tidak mengadakan TPS keliling, dengan boat misalnya. Apa dari biaya pemilu yang dialokasikan pemerintah sebesar 14,4 trilyun itu ngga bisa dianggarkan sebagian untuk memfasilitasi orang-orang seperti suami saya dan rekan-rekannya? Yang bekerja di lokasi khusus, dan notabene memberi pemasukan yang lumayan untuk negara lho.

Kecewa dan rugi rasanya ngga bisa ikut nyoblos. Walau hanya bisa memberi satu suara, tapi setidaknya kita menunaikan tanggung jawab sebagai warga negara. Bagaimana nasib Indonesia di masa depan? Makin maju dan disegani bangsa lain, atau malah makin payah dan akhirnya cuma tinggal sejarah? Itu tergantung siapa orang-orang yang akan memimpin Indonesia kan? Kalau orang-orang yang terpilih baik, masa depan kita tentu cerah. Sebaliknya, kalau mereka licik dan oportunis, yaa bayangin aja deh apa jadinya.

Siapa yang bisa menentukan pemimpin Indonesia baik atau bejat? Yap, kita! Kita, lewat surat suara yang kita coblos di TPS.

Di satu sisi, ada orang-orang yang ingin nyoblos tapi ngga ada fasilitasnya. Di sisi lain, masih ada sebagian orang yang sudah punya kemudahan untuk memberi suara, malah menyia-nyiakannya. Golput.

Menurut saya, golput itu sikap yang egois dan tak bertanggung jawab. Tidak mau ambil pusing soal siapa yang akan memimpin, membuat kebijakan dan perubahan. Tapi lihat nanti deh... ketika orang-orang yang terpilih jadi pemimpin adalah orang-orang yang kinerjanya jelek, para golputer termasuk golongan yang paling banyak nyinyir.

"Tuh kan dia korupsi. Untung waktu pemilu dulu saya golput dan ngga milih dia."

Merasa beruntung karena ngga memilih kandidat yang ternyata buruk? Tapi dengan golput tidak memilih siapa-siapa, apa kandidat yang baik dan jujur bisa menang? Tidak kan? Golput does not bring you to any better place.

"Kok bisa partai sebejat itu jadi pemenang pemilu, dan mayoritas kadernya jadi anggota dewan?"

Terus siapa yang mau disalahkan? Orang-orang yang memilih partai itu? Atau orang-orang golput yang seandainya saja mau berpartisipasi dalam pemilu, mungkin bisa mendongkrak perolehan suara partai yang bersih, dan dengan begitu, berhasil mencegah kemenangan partai bejat tadi? Jangan pernah mencela hasil yang buruk kalau sejak awal memang ngga pernah ikut berusaha memperoleh yang baik.

                                       

Tadi saya nemu quote nyentil milik Paulo Coelho ini. "Jika kamu bersikap seperti seorang korban, biasanya kamu akan jadi korban betulan." Menurut saya kata-kata Opa Coelho ini pas banget untuk menggambarkan golput. Dengan memilih golput, seseorang telah bersikap seperti korban yang tak berdaya. Pasrah menyerahkan diri untuk dipimpin siapa saja. Pasrah menerima kebijakan-kebijakan apapun yang nantinya ditelurkan oleh pemerintah yang berkuasa. Mau anggaran kesehatan yang kurang dari 5% itu dipangkas lagi, silakan. Atau gaji dan tunjangan anggota DPR yang sudah setinggi Monas itu mau dinaikkan, monggo wae. Kalau sudah begitu, artinya golputer sudah jadi korban betulan. Korban kebijakan pemerintah yang zalim. 

Jadi, yakin mau golput? Pikir-pikir dulu deh!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih untuk komentarnya :)