Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Senin, 17 Maret 2014

Topeng Facebook


Beberapa waktu lalu saya mengenal si Badrun, sebut saja namanya begitu, sebagai mahasiswa D3 sebuah universitas swasta yang magang di tempat saya bekerja. Anak ini ramah, sopan dan cukup rajin.
Pernah dalam suatu obrolan dia curhat sedikit, bahwa dulu sebenarnya dia sangat ingin jadi dokter, tapi sayang tidak lulus ujian masuk FK di universitas negeri. Karena biaya pendidikan dokter di universitas swasta sangat mahal dan dirasa akan terlalu memberatkan orangtua, mendaftarlah dia di tempat kuliahnya yang sekarang.
Setelah program magangnya berakhir, kami bertukar nomor telepon dan menjadi teman di jejaring sosial Facebook. Supaya bisa tetap saling bersilaturahmi.
Beberapa hari lalu, saya iseng mengamati akun Facebook-nya. Apa yang saya temukan membuat kening saya mulai berkerut. Dia mencantumkan bahwa dirinya adalah mahasiswa fakultas kedokteran. Dia mengunggah berbagai foto yang memberi 'kesan' bahwa dia memang anak FK. Misalnya, foto dengan berjas putih (yang bisa saja memang lazim dipakainya untuk praktikum sehari-hari, karena jurusan D3 yang diambilnya berkaitan dengan laboratorium), berpose di depan gedung fakultas kedokteran, berfoto selfie bersama sebuah textbook kedokteran dengan caption bertuliskan "dokter narsis nih", dan lain-lain.
Bahkan, status-statusnya seakan dibuat untuk meyakinkan siapapun bahwa dia memang calon dokter.
"Kuliah kedokteran capek juga ya..."
"Jalan-jalan dulu ah sebelum mulai masuk koas. Siapa mau ikut?"
"Susahnya koas. Tadi abis dimarahin pasien. Kesel!"
Yah, walau pun ada juga sih yang janggal dan berlebihan seperti ini.
"Dinas malam di poliklinik bedah."
(Halooo... Mana ada poli bedah buka malam hari di rumah sakit pendidikan?)

"Bersama para ahli medis." 
(Di bawahnya ada foto dia sedang berpose dengan teman-teman saya analis kesehatan di kantor. "Ahli medis"?? Errr, I don't think there's any medical student use that term!)

Jejaring sosial seringkali menjadi semacam 'godaan' bagi kita untuk memoles profil diri sekeren mungkin, entah itu benar atau sekedar topeng. Ada teman saya, sebut saja Rafika. Tiap makan di restoran mahal, pamer check in. Tiap jalan-jalan ke luar negeri, pamer objek wisata ikonik. Tiap anak juara lomba ini itu, pamer foto si anak lagi memegang piala. Tiap abis nge-gym atau jogging sekian kilometer, pamer di status Facebook.
Selain golongan yang hobi pamer, ada lagi golongan yang suka berbohong. Seperti Badrun tadi misalnya. Akun jejaring sosial menjadi ajang pelampiasan untuk menciptakan versi khayali diri kita di dunia maya, yang tak bisa kita wujudkan di dunia nyata. 
Oh, poor Badrun. Kenapa kamu harus berbuat seperti itu, Dek? Siapa yang mau kamu bohongi? Keluarga dan sahabat-sahabat kamu? Mereka tentu malah akan sedih kalau tahu perbuatanmu. Dirimu sendiri? Jelas tidak bisa kamu bohongi. Teman-teman dunia mayamu? Kenapa repot-repot membuat mereka kagum dan terkesan sama kamu, toh mereka jauh di dunia antah berantah dan mereka bukan orang-orang terpenting dalam hidupmu. Tidak lelahkah kamu bersandiwara?

Semoga kamu secepatnya sadar, bahwa untuk jadi orang hebat, kamu ngga harus berpura-pura jadi sesuatu yang bukan kamu. Tidak ada profesi 'bergengsi' atau profesi 'biasa-biasa saja'. Asalkan itu halal dan ditekuni dengan sepenuh hati dan rasa tanggung jawab, maka rezeki dari Tuhan dan penghargaan dari manusia akan kamu dapatkan.
Pake topeng terus-terusan itu melelahkan. Cukup jadi diri sendiri aja ah!

9 komentar:

  1. hihi.... keren nih tulisannya.
    salam kenal ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, salam kenal juga ya Mimie. Sering2 mampir sini yak hehehe :D

      Hapus
    2. Hai, salam kenal juga ya Mimie. Sering2 mampir sini yak hehehe :D

      Hapus
  2. ah kalo itu sih mungkin masih belum terima kenyataan bahwa dia gagal jadi mhsswa kedokteran, jadi ya gitu. pake topeng :))
    http://fandhyachmadromadhon.blogspot.com/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, akibat cita-cita tak sampai. :))

      Hapus
    2. Hehe, akibat cita-cita tak sampai. :))

      Hapus
    3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  3. Everybody can have a dream, but not a public lie. Rasanya orang itu gak dapat nerima fakta, dan seharusnya dia tahu kalo di kemudian hari ternyata kebohongannya kebongkar, malunya gak nahan lagi.

    Salam dari www.michaelfrofile.com
    Ditunggu komentarnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang2 saya gatel pingin komen di foto2 atau status2 palsunya itu, tapi... ngga tega.. -.-

      Hapus

Terima kasih untuk komentarnya :)