Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Sabtu, 11 Oktober 2014

(Book Review) Mencari Alaska


Judul           : Mencari Alaska
Pengarang   : John Green
Penerbit       : Gramedia Pustaka Utama
Tebal            : 288 halaman 

Mencari Alaska (MA) adalah buku kedua John Green yang saya baca. Sejak terpesona sama Salahkan Bintang-bintang, saya diam-diam berharap semua buku John Green yang lain akan diterjemahkan juga. Hehe.. terlalu malas untuk baca versi aslinya.

Kali ini, John Green berkisah tentang Miles Halter, pencinta biografi yang suka menghafal kata-kata terakhir para tokoh terkenal dunia.

Mengetahui kata-kata terakhir adalah kenikmatan bagiku. Orang lain menggilai cokelat; aku menggilai pernyataan saat sekarat.

Dia baru saja lulus SMU, dan sebagai anak yang tidak populer di sekolah, tidak pernah berkencan, tidak punya teman akrab, dan kehidupan sosialnya garing, dia hepi bisa meninggalkan itu semua di Florida.

Dia memutuskan untuk pergi ke Sekolah Persiapan Culver Creek, sekolah berasrama di Alabama. Seperti kata-kata terakhir seorang penyair, Francois Rabelais, "Aku pergi untuk mencari Kemungkinan Besar," cowok kerempeng ini berharap di Culver Creek nanti akan ada Kemungkinan Besar baginya, di mana dia--entah bagaimana caranya--bisa bermetamorfosis menjadi Miles Halter yang keren, bukan sekedar anak cupu penggemar kata-kata terakhir para tokoh terkenal dunia.


Beruntung, dia bertemu teman-teman baru yang lumayan ajaib. Chip Martin, teman sekamarnya, dengan seenak jidat menjuluki Miles yang ceking dengan sebutan "Pudge" (lemak tubuh) sejak pertemuan pertama mereka. Chip juga hobi menghafal profil negara-negara di dunia. Takumi Hikohito, jago nge-rap dan menciptakan lirik-lirik berima. Lara Buterskaya, gadis Rumania yang tampak lugu tapi ternyata berani juga. Dan tentu saja, ada Alaska Young.

Alaska yang terkesima pada kata-kata terakhir Simon Bolivar, "Bagaimana caraku keluar dari labirin ini?" Alaska yang cerdas tapi kacau, manis tapi jahil, impulsif tapi penuh rencana brilian, periang tapi terluka, baik tapi kejam. Alaska adalah kumpulan berbagai sifat kontradiktif yang mempesona Pudge.

Pudge, si anak kuper tengah belajar jadi anak bandel. Di tengah perjalanan itu, Pudge jatuh cinta. Dia merasa insecure menghadapi Alaska yang dia taksir setengah mati, dan tak cukup percaya diri untuk mencoba mengubah statusnya dari teman jadi sesuatu yang lebih romantis .

"Tapi aku tak punya keberanian dan ia punya pacar, aku kikuk dan ia cantik, aku amat membosankan dan ia amat menakjubkan. Jika manusia diumpamakan sebagai hujan, aku gerimis dan ia badai."

Bersama komplotannya, Pudge menjalani kehidupan kampus dengan antusias sebagai anak baik (belajar dengan serius) sekaligus anak berandal (merokok, nonton film porno, mabuk-mabukan, dan berbuat onar sesekali). Tokoh-tokoh MA semuanya unik dan terasa personal. Walau kadang berulah, mereka tetap murid yang bertanggung jawab. Sama dosen ya tetap hormat dan manut. Waktunya menyimak penjelasan dosen ya mereka serius. Waktunya ngerjain pe-er ya ngerjain pe-er sampai begadang. Bahkan mereka bikin kelompok belajar segala, hahaha... Begitulah semua hal berlangsung sebelum suatu peristiwa besar terjadi: Alaska pergi.

Kepergian Alaska mengubah banyak hal di Culver Creek, khususnya Pudge dan teman-temannya. Mereka marah, sedih dan bertanya-tanya mengapa Alaska pergi begitu saja.


Maka, mereka pun mulai mencoba memahami Alaska, mencari jejaknya, dan berharap di ujung semua itu mereka akan menemukan kembali Alaska yang mereka sayangi.

"Dan aku akan selalu mencintai Alaska Young, tetanggaku yang rusak, dengan segenap hatiku yang rusak."

Satu hal yang saya suka dari karya John Green sejauh ini, termasuk MA, adalah pilihan kalimat-kalimat yang "dalem" banget. Kadang kocak tapi tetap penuh filosofi. Yah, filosofi ala remaja sih, tapi tetap saja bikin saya ikut merenung. Begitu juga ketika membahas tema serius semacam perbandingan agama atau rasa kehilangan, John Green bisa melakukannya dengan ringan tapi tetap indah. Dan pastinya, dalam buku ini bertaburan kalimat-kalimat quotable yang bikin saya gatal ingin mengutip dan membagikannya ke orang lain.

"Untuk waktu yang lama saya berpikir bahwa cara keluar dari labirin adalah dengan berpura-pura labirin itu tidak ada, membangun dunia kecil di sudut belakang dan berpura-pura bahwa saya tidak tersesat melainkan berada di rumah. Tapi itu hanya membawa saya pada kehidupan sepi."

"Kita takkan pernah rusak tanpa dapat diperbaiki. Kita mengira kita tak terkalahkan karena memang demikian adanya."

2 komentar:

  1. Wah jadi pengen beli dan baca...
    hampir-hampir mirip the perks of being a wallflower ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, cerita kampus & persahabatannya seru seperti the perks, tapi si Pudge bener2 digambarkan culun, ngga ganteng kayak Logan " Charlie" Lerman , hehe

      Hapus

Terima kasih untuk komentarnya :)