Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Kamis, 20 November 2014

(Book Review) The Hunger Games


Judul             : The Hunger Games
Pengarang    : Suzanne Collins
Penerbit        : PT. Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah  : Hetih Rusli
Tebal             : 408 halaman

Ya ya yaaa, saya tahu basi banget saya baru menulis resensi buku ini sekarang, padahal film sekuel ketiganya akan mulai tayang akhir November ini. Sebetulnya saya sudah selesai membaca trilogi The Hunger Games sejak film pertamanya beredar di bioskop. Saya puas dengan versi filmnya, yang dibintangi Jennifer Lawrence dan Josh Hutcherson. Mereka sesuai dengan sosok Katniss dan Peeta yang ada dalam imajinasi saya saat membaca novelnya. Gara-gara beberapa hari lalu nonton film sekuel keduanya di tivi, mendadak saya kangen sama Katniss dan Peeta. Jadilah saya baca ulang novel-novel itu lagi. Dan tetap terkesan. Terus pingin nulis resensinya. :)

Trilogi besutan Suzanne Collins ini terdiri dari tiga buku yaitu The Hunger Games, Catching Fire, dan Mockingjay. Dalam buku pertama, dikisahkan Amerika Utara sudah musnah.  Di atas reruntuhannya berdiri negara Panem dengan ibukota bernama Capitol. Warganya hidup enak. Makanan melimpah ruah, listrik membuat kota terang benderang sepanjang malam, dan semua kebutuhan hidup mereka disuplai dari tiga belas distrik yang mengelilingi Capitol.

Sebaliknya, kondisi warga di ketigabelas distrik mengenaskan. Mereka harus bekerja banting tulang dan menyerahkan hasil bumi mereka pada Capitol. Banyak warga distrik yang mati kelaparan. Ketidakadilan ini menimbulkan pemberontakan. Sayang, kekuatan militer Capitol jauh lebih canggih dan kejam. Pemberontakan bisa diredam, bahkan ada satu distrik yang dibumihanguskan oleh Capitol, yaitu distrik 13, sebagai peringatan bagi distrik lainnya. Capitol punya peringatan lain yang lebih mengerikan untuk mengenang pemberontakan: The Hunger Games.

Dalam acara tahunan ini, akan diambil satu anak lelaki dan satu anak perempuan dari tiap distrik berdasarkan undian. Terkumpul 24 anak dari 12 distrik yang akan menjadi peserta Hunger Games. Mereka akan dikurung dalam sebuah arena luas buatan Capitol untuk bertahan hidup selama mungkin. Satu peserta terakhir yang hidup akan jadi pemenang. Arena ini dibuat sebagaimana alam, bisa berupa pantai, hutan, sampai gurun pasir, yang dipasangi berbagai rintangan mematikan. Satu persatu peserta akan tewas karenanya. Cepat atau lambat, peserta-peserta yang tersisa akan saling membunuh supaya pertarungan segera berakhir. Para peserta masih sangat muda, dengan umur berkisar 12-18 tahun.

Perbuatan Capitol untuk mengadu domba antar distrik tidak cuma itu. Pemenang Hunger Games akan pulang dan hidup kaya raya sampai akhir hayatnya, sementara warga distriknya bakal dilimpahi banyak hadiah selama setahun. Tak heran, ada distrik-distrik tertentu yang termakan adu domba. Mereka malah berambisi memenangkan Hunger Games. Peserta-pesertanya sukarela mengajukan diri karena mereka sejak kecil sudah dilatih fisik dan mental untuk bertarung. Mereka juga tanpa ragu menghabisi peserta lain di arena. Mereka sering disebut peserta Karier.

Yang lebih sadis, Capitol menjadikan ajang ini sebagai reality show yang disiarkan besar-besaran di televisi seantero Panem. Warga distrik mau tak mau menyaksikan. Warga Capitol bahkan menganggapnya hiburan seru: mereka asyik berjudi menebak siapa yang akan menang, sedih saat peserta favorit mereka tewas, dan banyak juga yang rela menghamburkan uang untuk jadi sponsor peserta jagoannya. Udah kayak X Factor aja gitu. Bedanya, di sini taruhannya nyawa.


Katniss & Peeta
Katniss Everdeen adalah cewek 16 tahun dari Seam, sebuah wilayah kumuh di distrik 12. Dia lebih kuat dan dewasa dari usianya karena takdir memaksanya begitu. Ayah Katniss dulu bekerja sebagai penambang batubara sebelum tewas dalam suatu ledakan di tambang. Ibu, yang seharusnya jadi tempat Katniss bersandar, tenggelam dalam depresi. Katniss harus mengandalkan diri sendiri untuk jadi kepala keluarga bagi ibu dan Primrose, adiknya. Bersama sahabatnya, Gale Hawthorne, Katniss sering menyelinap ke hutan untuk berburu. Hewan hasil buruan lalu dibawa ke pasar gelap dan dibarter dengan kebutuhan pokok. Begitulah dia mencari nafkah. Kerasnya hidup membentuk Katniss menjadi cewek yang mandiri dan tomboy.

Katniss menjadi peserta Hunger Games demi menggantikan Prim yang terpilih saat undian. Katniss sayang banget sama adiknya ini. Bertolak belakang dengan Katniss, Prim manis, lembut dan berbakat mengobati penyakit. Namun soal bela diri dan bertahan hidup di alam bebas, kemampuan Prim nol besar. Syok dan ngga mau adiknya mati konyol di arena, Katniss bersikeras menggantikan tempat Prim.

Saat pertemuan terakhir dengan keluarga, Katniss dengan berat hati berpisah dari keluarga dan teman. Madge Undersee, seorang kawan Katniss, memberinya tanda mata berupa pin burung mockingjay. Pin ini nantinya akan jadi simbol penting dalam keseluruhan cerita.


Satu lagi peserta dari distrik 12 adalah Peeta Mellark, cowok 16 tahun anak tukang roti yang tinggal di wilayah kota, yang lebih makmur dibanding Seam. Keluarga Peeta memang tidak kaya, tapi juga tak pernah kelaparan seperti keluarga Katniss. Peeta dan Katniss satu sekolah sejak kecil, dan pernah punya kenangan berkesan satu sama lain, tapi tidak pernah saling bicara sampai Hunger Games mempertemukan mereka.

Sebelum pertarungan, peserta dikarantina untuk berlatih, menyusun strategi, dan pastinya berusaha menarik hati penonton. Ini reality show, ingat? Makin disukai penonton, makin banyak yang tertarik jadi sponsor. Artinya, makin besar peluang untuk menang dan pulang hidup-hidup. Antara geli dan getir membaca bagian cerita saat Katniss tersiksa karena harus didandani, dipakaikan gaun, harus berlatih tersenyum ramah dan berbicara menarik pada para penonton, padahal sehari-hari dia garang dan ngga ada manis-manisnya.

Aku tidak cantik. Aku tidak memesona. Aku membara seperti matahari.

Untunglah Katniss dan Peeta punya Cinna, penata gaya yang membuatkan mereka kostum spektakuler bertema api. Tampil dengan kostum itu, mereka berdua langsung jadi peserta favorit penonton. Lalu ada pula Haymitch Abernathy, mantan pemenang Hunger Games sekaligus mentor dan pencari sponsor bagi mereka. Haymitch ini pemabuk berat dan bersikap semau gue. Lumayan ngeselin sih di awal cerita. Tapi setelah beberapa waktu, baru terungkap alasan sedih di balik kebiasaannya minum alkohol. Meski slengekan, Haymitch ternyata mentor yang bertanggung jawab. Dia mau berbagi tips bertahan hidup dan taktik merebut simpati penonton. Haymitch juga sukses menggaet sponsor-sponsor untuk distrik 12.

Haymitch
Peeta, bertolak belakang dengan Katniss yang gahar, orangnya lembut, romantis, perhatian dan pintar berteman. Sebagai anak tukang roti, Peeta suka dan hebat dalam menghias kue. Kelihatannya hobi ini sepele, tapi nanti akan terbukti berguna untuk bertahan hidup di arena Hunger Games. Peeta juga pandai bicara dan berbakat menarik simpati orang lain. Dia tampil natural saat diwawancarai Caesar Flickerman, pembawa acara Hunger Games di televisi. Dia tampak tulus saat menjawab pertanyaan Caesar soal apakah dia punya pacar. Peeta pun mengaku, dia sudah lama naksir seorang cewek, yang juga banyak disukai cowok sebayanya. Tapi cewek ini tidak pernah menyadarinya. Ini salah satu bagian favorit saya. :)

"Begini saja. Kaumenangkan Hunger Games ini, lalu pulang. Dia pasti tidak bisa menolakmu, kan?" kata Caesar.

"Kurasa itu takkan berhasil. Menang... sama sekali tak membantuku," kata Peeta.

"Kenapa tidak?"

"Karena... dia datang kemari bersamaku."

Katniss mencak-mencak karena Peeta bisa begitu entengnya ngibul, dan sekarang seantero Panem pasti menyangka mereka pacaran. Sebaliknya, Haymitch memuji-muji strategi jenius Peeta. Menurut Haymitch, penonton pasti tergila-gila pada kisah cinta tragis seperti ini.

Akibatnya, peran sepasang kekasih harus terus dimainkan sepanjang Hunger Games berlangsung, demi menyenangkan hati para penonton garis miring calon sponsor. Katniss, yang ngga punya sisi romantis sama sekali, terheran-heran melihat Peeta bisa tampak benar-benar jatuh cinta padanya, padahal Katniss yakin sebetulnya Peeta sedang memikirkan cara untuk menyingkirkannya. Pada akhirnya, hanya ada satu peserta yang selamat kan?

Sungguh keren cara penulis membolak-balik perasaan sehingga Katniss (dan saya!) terus menebak  Peeta itu baik atau jahat? Tulus atau palsu? Awalnya, Katniss tidak mempercayai Peeta karena bersekutu dengan kawanan Karier untuk memburu Katniss. Benarkah Peeta selicik sekutu-sekutunya, ataukah itu cuma taktik Peeta untuk melindungi Katniss?

Di arena, beberapa peserta terkuat biasanya bergabung menjadi sekutu, yang lazim disebut kawanan karier. Mereka bahu-membahu menghadapi rintangan dan membunuh peserta lain yang lebih lemah. Yah, ironisnya persekutuan ini pasti berakhir dengan anggota-anggotanya saling membunuh. Karena itulah Katniss memilih sendirian sejak awal. Tapi di tengah cerita ia bersekutu dengan Rue, peserta dari distrik 11. Meski mungil dan ringkih--bukan tipe sekutu ideal--Rue lincah, pandai bersembunyi dan banyak tahu soal tanaman obat. Perjuangan di arena terasa lebih tertahankan dengan adanya sekutu, karena mereka bisa berbagi tugas dan saling menjaga. Tapi sampai kapan persekutuan ini berlangsung? Akankah tiba saat di mana mereka harus kembali jadi musuh satu sama lain?

Rue
Hunger Games juga banyak menceritakan secara detil dan menarik taktik bertahan di arena, yang ternyata tidak cuma soal bela diri dan ketangkasan. Misalnya, bahwa air sungai harus disucihamakan dulu sebelum diminum agar tidak menimbulkan sakit, atau bagaimana membedakan mana buah yang beracun dan tidak. Atau bagaimana Peeta selamat karena mampu berkamuflase bak bunglon dengan alam sekitarnya. Atau ketika Katniss berusaha melemahkan peserta-peserta yang lebih kuat darinya dengan cara merusak persediaan makanan mereka, tanpa perlu bertarung satu lawan satu.

Tegang, marah, sedih, lega, bergantian muncul selama saya membaca The Hunger Games. Terutama tentang dilema yang akan terjadi jika tinggal Katniss dan Peeta peserta yang tersisa... Apakah akhirnya mereka akan saling membunuh? Tak terhindarkan, ada banyak kematian dan kepedihan dalam cerita, tapi untunglah adegan-adegan kekerasan dideskripsikan masih dalam batas wajar, tidak vulgar. Saya justru merasa lebih banyak menangkap pesan cinta, persahabatan dan kepercayaan. Antara Katniss dan Prim. Katniss dan Rue. Dan tentu saja, Katniss dan Peeta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih untuk komentarnya :)