Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Minggu, 05 Oktober 2014

Pak Tahu dan Idul Adha

Di perumahan tempat saya tinggal, ada seorang bapak tua yang biasa wara-wiri dengan gerobaknya, berjualan tahu dan tempe. Berhubung keluarga saya quite a big fan of tahu-tempe, jadilah kami pelanggan setia si Bapak Tahu. Hehe.

Dua hari sebelum Idul Adha, ketika Mama beli tahu si Bapak sambil ngobrol di depan rumah, topik obrolan sampai pada kurban. Ternyata si Bapak Tahu bersama keluarganya patungan uang untuk berkurban seekor sapi. Sapi tersebut diikutkan sebagai hewan kurban di masjid RT sebelah di lingkungan kami.
Si Bapak tampak bahagia bisa menyisihkan rezekinya untuk ikut berkurban, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang kata beliau hanya mampu nerima daging kurban saja.

Harga seekor sapi saat ini sekitar 14-16 juta rupiah. Tentu bukan nominal yang sedikit bagi penjual tahu keliling seperti si Bapak Tahu. Kok sempat-sempatnya beliau mikirin berkurban ya? Di zaman yang apa-apa serba mahal ini, masih ada orang-orang seperti beliau yang tidak menjadikan keadaan ekonominya sebagai alasan untuk tetap menjadi "penerima daging kurban abadi", seperti tahun-tahun sebelumnya. Meski pun sebetulnya beliau berhak menerima kurban. Yah, bahkan kalau pun ingin berkurban, Pak Tahu cukup beli satu ekor kambing saja untuk kurban atas nama sekeluarga. Tapi tidak. Beliau ingin memberi lebih untuk-Nya.

Mungkin untuk mengejar "ketertinggalannya", menebus tahun-tahun lampau di mana dirinya hanya mampu menerima daging kurban saja. Untuk membalas rasa cemburunya pada orang-orang berkecukupan yang bisa dengan ringan berkurban tanpa perlu susah payah menyisihkan lembar-lembar rezekinya setiap hari, sedikit demi sedikit. Itu pun saweran rame-rame hingga terkumpul jumlah yang cukup. Bukan cemburu sama orang kaya karena uangnya, tapi cemburu karena kelapangan yang dimiliki orang kaya untuk beribadah kurban. Kemudahan untuk bisa mempersembahkan yang terbaik pada Gusti Allah.

Bagaimana dengan kita yang keadaan ekonominya lebih mapan?  Yang berstatus pegawai dan terima gaji tetap setiap bulan, gaji ke-13, tunjangan hari raya? Atau yang berstatus pengusaha dengan omset lumayan, bisa menggaji karyawan? Sering kali kita memprioritaskan alokasi penghasilan bukan untuk sedekah, berkurban, atau konteks ibadah lainnya seperti Pak Tahu, melainkan untuk rokok, gadget terbaru, hang out tiap minggu di mall, DP mobil keluaran anyar, dan sebagainya.

Alangkah ikhlasnya kita membayar berapa pun untuk memenuhi gaya hidup konsumtif kita, tapi begitu perhitungan dan berpikir panjang ketika hendak bersedekah atau berkurban..

Saya malu juga sama Pak Tahu, sekaligus cemburu. Cemburu karena di tengah segala keterbatasan dalam hidupnya, beliau bisa memaknai dan mengamalkan semangat Idul Adha yang sesungguhnya: membuktikan cinta pada-Nya dengan mempersembahkan yang terbaik.

2 komentar:

  1. Keren banget, pedagang tahu bisa berkurban satu sapi :') terharu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Super keren mbak Sari.. :D makasih udah mampir ke blog saya

      Hapus

Terima kasih untuk komentarnya :)