Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Minggu, 23 Desember 2012

(Book Review) The Casual Vacancy



Judul      : The Casual Vacancy
Penulis   : J.K Rowling
Penerbit : Qanita
Tebal      : 593 halaman
ISBN       : 9786029225686

Meski penerbit Qanita sudah mencantumkan label "Bacaan untuk Dewasa" di sampul belakang, saya yang notabene orang dewasa pun sempat terkejut menemukan kata-kata makian dan beberapa adegan vulgar dalam buku ini; kekerasan dalam rumah tangga, perkosaan, sampai adegan konsumsi narkoba. Tapi jangan buru-buru mencap novel ini tak layak dibaca, karena The Casual Vacancy punya nilai-nilai moral yang bisa kita petik.

Kalau boleh saya sarankan, jangan bandingkan The Casual Vacancy dengan Harry Potter. Percuma! Jelas beda banget. Siap-siap saja menghadapi nuansa kelam yang tiba-tiba muncul dalam pergantian adegan, karena Rowling memang bermaksud menceritakan betapa kacau dan munafiknya masyarakat kita; bahkan masyarakat Pagford sekalipun, yang menganggap diri mereka beradab.

Tanpa basa-basi, Rowling membuka cerita dengan membunuh tokoh utama, yaitu Barry Fairbrother. 
Barry, anggota Dewan Kota Pagford, meninggal tiba-tiba karena pecahnya pembuluh darah di otak. Mary, istri Barry, dan keempat anaknya sangat berduka dan kehilangan. Begitu juga sahabat-sahabat Barry; Gavin Hughes, Tessa dan Colin Wall, Parminder Jawanda, serta dua anggota tim dayung SMA Winterdown yang dimentori Barry; Sukhvinder Jawanda dan Krystal Weedon.

Di sisi lain, ada juga yang tersenyum gembira dengan berita kematian ini, yaitu para anggota Dewan Kota yang selalu bertentangan pendapat dengan Barry. Kubu ini didedengkoti Howard Mollison dan istrinya, Shirley. Howard cs membenci Barry karena selalu bersikeras mempertahankan Fields agar tetap menjadi bagian dari kota Pagford.

Fields adalah kawasan perumahan kumuh di perbatasan antara Pagford dan Yarvil, yang banyak dihuni oleh warga berpendidikan rendah, pengangguran, kriminal dan pecandu narkoba, yang hidup dari uang santunan pemberian pemerintah. Hmm, mungkin suasana di Fields ini mirip Harlem-nya New York City ya... 

Kubu Howard selalu memandang jijik orang-orang Fields dan menganggap mereka menodai citra kota Pagford yang terhormat. Howard cs berupaya keras agar Fields bisa didepak keluar dari wilayah Pagford. Sebaliknya, kubu Barry berpendapat warga Fields harus diperlakukan selayaknya warga kota Pagford yang lain. Lagipula tak semua orang Fields berakhir menjadi bajingan. 

Barry, yang dulu berasal dari keluarga miskin yang tinggal di rumah retak di Fields, toh berhasil berprestasi, bangkit dari jurang kepapaan dan hidup mapan sebagai anggota Dewan Kota Pagford. Barry ingin warga Fields yang lain diberi kesempatan untuk mengubah nasib mereka menjadi lebih baik.

Cita-cita mulia Barry ini terancam setelah kematiannya. Kursi kosong yang ditinggalkan Barry menjadi rebutan, memicu konflik-konflik sengit di Pagford yang semula tenang. Lambat laun, tampaklah rahasia gelap dan sifat-sifat asli para tokoh dalam cerita: serakah, brutal, pendendam, penipu...

Awalnya, saya sedikit bingung karena banyaknya tokoh yang berperan, dan masih harus mengingat-ingat si A anaknya siapa, si B temannya siapa, atau kenapa si X dan si Y saling benci. Tapi J.K Rowling mampu mendeskripsikan semua tokoh begitu detil dan terasa dekat, seolah Rowling sedang berdiri di depan saya dan memperkenalkan orang-orang itu pada saya, satu persatu. *ngimpi kali yee bisa ketemu langsung sama J.K Rowling :D*  

Pada tokoh-tokoh fiktif itu, Rowling menyematkan berbagai ciri kecil, yang tampaknya remeh tapi justru makin memperlihatkan kekhasan karakter masing-masing tokoh.

Misalnya, Shirley Mollison yang digambarkan selalu tersenyum manis, anggun dan mulia sebagai pekerja sukarelawan di rumah sakit. Sebetulnya, Shirley melakukannya karena menginginkan gengsi, pujian dan perhatian, seperti yang ditulis Rowling:

'Menjadi sukarelawan itu berkelas; itulah yang dilakukan wanita yang tak butuh uang tambahan.'

'Dia membayangkan dirinya membungkuk hormat dengan sempurna; menarik perhatian Sri Ratu. Sri Ratu memberi selamat atas kemurahan hatinya mendermakan waktu luang... Terkadang, saat Shirley benar-benar berkonsentrasi pada mimpinya ini, sebuah perasaan nyaris kudus melanda dirinya.'

Uniknya, tidak ada ikon kebajikan dan kejahatan, tidak ada jagoan super baik atau penjahat ekstra bengis dalam The Casual Vacancy. Setiap tokoh punya sisi baik sekaligus sisi gelap dalam dirinya, sehingga pembaca sulit untuk memihak siapapun.

Misalnya, berat bagi saya untuk bersimpati pada tokoh sebaik Parminder Jawanda. Dokter yang bersama Barry bersusah payah membela hak warga Fields di Dewan Kota ini tetap profesional melayani seteru sekaligus pasien yang sangat dibencinya, Howard Mollison. 

Tapi saya membenci sikap Parminder pada Sukhvinder. Parminder selalu membanding-bandingkan putri bungsunya yang tidak cantik, lamban, minder dan minim prestasi itu dengan kedua abang Sukhvinder--Rajpal dan Jaswant--yang cerdas dan populer di sekolah.

Di lain pihak, saya miris dan tak sampai hati membenci tokoh seperti Terri Weedon, wanita kurus pecandu heroin yang hidupnya berantakan. Terri sudah dua kali gagal dalam program rehabilitasi. Dua anaknya diambil alih oleh negara karena Terri terlalu sibuk nge-fly untuk bisa mengasuh mereka. Krystal dan Robbie Weedon, dua anak yang masih dimilikinya, nyaris tak terurus. 

Tapi siapa sangka, Terri yang dicap "sampah masyarakat" pernah mengalami hal-hal buruk di masa kecil. Perpisahan, penyiksaan, dan pelecehan turut membentuk Terri kecil yang sedih dan kesepian menjadi sosok Terri yang sekarang: pemadat menyedihkan; ibu yang gagal, yang mengatai putrinya "perek kecil" semudah kita berkata "halo". 

'Dia dirawat enam minggu di unit luka bakar RSU South West pada usia sebelas tahun. Ayah Terri melemparkan panci berisi minyak panas untuk menggoreng keripik ke arahnya.'

'Dia membayangkan pulang bersama Nana Cath, dan tidak kembali pada sang ayah; tak ada lagi pintu kamar yang terbuka di malam hari, lalu ayahnya membuka ritsleting, mendekati ranjang, dan Terri memohon agar lelaki itu tidak...'

Last but not least, jangan harap kamu bakal mendapati happy ending di halaman terakhir. Kelanjutan cerita beberapa tokoh dibiarkan menggantung, dan Rowling rupanya memilihkan ending tersendiri buat Krystal dan Robbie Weedon.

'Krystal Weedon telah mencapai satu-satunya ambisinya: dia telah berkumpul bersama adiknya di tempat tak seorang pun bisa memisahkan mereka.'

Sejak The Casual Vacancy mulai beredar di berbagai negara bulan September lalu, saya sudah menunggu-nunggu versi bahasa Indonesia-nya, yang dirilis akhir November 2012 oleh penerbit Qanita (salah satu lini penerbit Mizan). Dibutuhkan tiga penerjemah untuk menerjemahkan The Casual Vacancy (tebalnya 512 halaman) dan lima proofreaders untuk mengecek kembali terjemahan itu sebelum naik cetak.

Novel ini boleh kelam dan mungkin tidak berakhir sesuai dugaan saya, tapi hal itulah yang membuat kisah fiktif Pagford terasa sangat riil; sangat mirip dengan kehidupan nyata yang sukar ditebak akhirnya.

Kota Pagford

J.K Rowling lagi-lagi berhasil membuat saya kagum. 

I'm officially in love with The Casual Vacancy

*


19 komentar:

  1. aku baru liat buku ini tadi.. penasarannn.. tp ga dibeli, hehhee...
    wohh trnyata ga happy ending ya ceritanya. Aku ma sukanya yg happy ending, biar ga sedih2 amat selesai baca, hihihihi :p
    -dev-

    BalasHapus
    Balasan
    1. sebetulnya saya juga lebih suka buku yang happy ending, dev.. tapi buku tante Rowling mah pengecualian,hehehe. TCV keren banget. banyak pelajaran yang bisa diambil.

      Hapus
  2. cukup penasaran dengan buku ini... kalau ke toko buku, pasti buku keluaran jk rowling ini yang nampang...

    asyik review nya. sedikit banyak bisa memberikan gambaran yang jelas tentang isi bukunya..

    thanks untuk sharing nya..
    salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama-sama, mas arman. iya, TCV juga baru aja grand launching tuh, jadi promosinya gencar bener..:)

      Hapus
  3. Weeeh... kelam banget ya, kayaknya.... Tapi malah jadi penasaran nih, hehe....

    BalasHapus
  4. Wow, resensi yang keren dan detil! Love it. ^_^ Iya bener, J.K. Rowling membuktikan dia bisa menulis, baik kisah fantasi maupun realistis, dan dia memang jagoan menciptakan tokoh. Yang paling saya suka dari novel ini adalah dia membuat saya berpikir dan merenung, sepanjang novel maupun setelah novel ini selesai saya baca.

    BalasHapus
    Balasan
    1. TCV ini semacam kritik sosialnya JKR terhadap masyarakat kali ya mbak. makasih udah baca review saya, mbak G.. seneng dikunjungi :D

      Hapus
  5. woww.. hmmm novel kelam.. jadi penasaran sekelam apa :(

    BalasHapus
  6. Buset dah bukunya tebel bener..
    sudah dibaca semua sis? hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo belum kelar baca ngapain ogut bikin review di sini brooo! *sentil pake keyboard*

      Hapus
  7. Balasan
    1. pesen ke website-nya mizan juga bisa kayaknya, Yu. ke Bengkulu ya?

      Hapus
  8. Salam kenal mabk ruri, terimakasih kunjungannya dan koreksinya :)
    Emang benar, ending cerita TCV bikin gamang, tapi memang seperti itu mungkin kalau cerita ingin mengalir apa adanya. Tidak terkesan dipaksakan dengan ending cerita yang dibuat fantastis..

    BalasHapus
  9. tidaaak, review ini terlalu banyak spoiler!! yang sudah saya baca bahkan belum sejauh yang di-review. Terlalu! tapi gak tahan pengen baca reviewnya juga. haha..

    BalasHapus
  10. Semalam baru beli dan baru mau mulai membaca hehehe. Review ini bikin jadi tambah penasaran dengan buku ini :)

    BalasHapus
  11. Halo, salam kenal :)
    Barusan selesai baca sinopsis kakak tentang buku ini, dan parahnya aku nggak nyadar kalo ini novel dewasa. Beberapa hari lalu tertarik banget beli ini. Dan udah dibeliin kakak aku Hari Minggu. Dan oh gimana ini? Aku boleh baca nggak ya kak kira2, aku 16 menuju 17 tahun x_x

    BalasHapus

Terima kasih untuk komentarnya :)