Semakin banyak saja buku yang ditelurkan oleh penulis baru berbakat, memperkaya dunia perbukuan negeri ini. Tiap berkunjung ke toko buku saya biasanya membeli satu karya penulis baru, di samping buku-buku lain yang memang ditulis oleh pengarang favorit saya. Biasanya saya mengambil buku dengan pilihan judul yang unik, ilustrasi cover yang eye-catching, atau sinopsis yang memancing penasaran.
Kadang-kadang, saya kecewa dengan pilihan saya. Tapi tak jarang pula saya jatuh cinta pada buku lainnya, dan dengan segera menjadikan penulisnya salah satu pengarang yang karya berikutnya akan saya buru--kalau memang sudah terbit. ;)
Melihat judulnya yang cenderung sedih, tadinya saya kurang tertarik pada Blue Romance. Takut kalau isinya terlalu melodramatis. Tapi rasa ingin tahu saya terpantik juga oleh ilustrasi sampul yang menurut saya unik, dan konsep berupa kumpulan cerita pendek dengan setting yang sama, yaitu kafe bernama Blue Romance.
Kayaknya buku bagus nih, pikir saya, meski tak mengenal nama penulisnya.
Usai membacanya, feeling saya terbukti tepat. Terdiri dari tujuh kisah, Blue Romance selalu mengawali kisah dengan semacam kamus kopi; menyebutkan satu menu berbasis kopi, berikut penjelasan singkat dan ilustrasi simpelnya, seperti mochacchino, caffe macchiato dan espresso. Setiap kopi punya makna tersendiri yang berkaitan dengan tokoh dalam cerita, menjadikan masing-masing kisah terasa personal dan punya ciri khas.
Penulis juga selalu menyelipkan pernak-pernik kecil tentang kafe yang menjadi setting utama buku ini. Entah itu lonceng di atas pintu yang berdenting setiap kali ada pengunjung masuk atau keluar kafe, kaca jendelanya yang dipenuhi tulisan antik, atau dindingnya yang secara artistik ditempeli foto, puisi satir dan kertas Post-it berisi tulisan tangan, jejak peninggalan orang-orang yang pernah berkunjung ke sana.
Saya benar-benar bisa membayangkan kafe itu, beserta suasananya yang cozy dan homy. Kalau saja tempat itu bukan fiktif belaka, saya mau banget singgah ke sana. ^.^
Blue Romance bertutur
tentang hal-hal yang biasa terjadi dalam hidup kita
sehari-hari. pertemuan, percintaan, dan persahabatan. Meski diceritakan dengan ringan, ada juga tema-tema yang cukup berat seperti pengkhianatan, perpisahan dan kehilangan, yang mengajak kita berpikir dan merenung.
Rainy Saturday, misalnya, membahas soal hidup dan kejutan warna-warni yang dibawanya. Ini kisah manis tentang tokoh aku, gadis yang dulunya ceria dan menyukai kejutan. Tapi sejak kejutan mengerikan berupa tewasnya kedua orangtua gadis itu dalam kecelakaan, tokoh aku tak lagi menginginkan kejutan dalam hidupnya, apapun itu.
'Kejutan bisa berbuah buruk.'
Ia kini mencintai rutinitas, sebab hal yang rutin mudah ditebak dan terasa aman. Salah satunya, menyantap sarapan dengan pelan di Blue Romance setiap Sabtu, dengan menu yang selalu sama (wafel es krim dan secangkir affogato), sendirian.
Sampai suatu pagi, kejutan-kejutan menyapanya lagi: hujan deras turun tiba-tiba padahal dia tak bawa payung, kafe penuh oleh pengunjung yang duduk menunggu hujan reda sehingga seorang cowok tak dikenal yang tidak kebagian meja terpaksa duduk tepat di depannya, di mejanya, mengganggunya dengan keramahan dan pertanyaan-pertanyaan. Kejutan paling absurd adalah, she might be in love with this total stranger.
Kisah favorit saya, The Coffee and Cream Book Club, terasa lebih gelap dan pahit. Adalah Bening, pencinta buku yang punya agenda rutin; kumpul bareng kelima temannya sesama bookaholic untuk mendiskusikan berbagai buku menarik, di kafe Blue Romance. Klub buku ini bernama The Coffee and Cream Book Club, karena salah satu syarat menjadi anggota klub adalah harus menyukai kopi yang dicampur krimer.
Bening merasa terganggu oleh kehadiran Jeff, lelaki setengah baya yang baru saja bergabung dalam klub. Jeff minum kopi hitam, bukan kopi dan krimer. Jeff dengan lancang mengusulkan buku Matilda, yang dibenci Bening karena sebuah kehilangan pahit di masa lalu, untuk dibahas dalam pertemuan berikutnya. Hanya karena Bening suka kopi dan krimer, Jeff sok tahu menebak Bening sebagai orang yang ingin menyembunyikan kesedihan di balik senyuman, berpura-pura semua baik-baik saja.
'Kopi itu, kan, sebenarnya pahit, dan punya rasanya sendiri. Tapi kamu nggak mau merasakan rasa yang sebenarnya. Kamu menutupi semuanya dengan gula, dengan krimer yang banyak, supaya terasa sangat manis. You couldn't cover the bitterness of life, young girl... You just need to let it go...'
Dan terutama, Bening tidak menyukai Jeff karena tebakan lelaki itu benar. Akhirnya gadis itu mengakui. Bahwa seperti halnya kopi-krimer dan kopi hitam, hidup penuh kenangan manis maupun pahit. Kenangan pahit mungkin membuat kita ingin menghindar, menyangkalnya dengan "gula dan krimer manis" berupa pernyataan, "No problem. Saya baik-baik saja." Bahwa kadang-kadang, mengakui kenangan pahit dan menerimanya menjadi bagian dari hidup kita mungkin bisa membuat semuanya lebih baik.
Menurut saya, satu-satunya kisah yang sedikit janggal adalah A Tale about One Day. Diceritakan Kai, lelaki dengan usia pertengahan 30, sedang memeriksa kertas ujian murid-muridnya sambil menikmati secangkir espresso di Blue Romance. Momen itu mempertemukannya dengan Chantal, gadis cilik 12 tahun--yang sok dewasa dan menolak disebut anak kecil.
Meski enggan berinteraksi lebih jauh, akhirnya pertemanan di antara keduanya terjalin dengan mudah. Dalam pertemuan pertama itu, mereka sudah saling curhat tentang pengalaman pribadi masing-masing. Bahkan, Chantal begitu mempercayai Kai sehingga meminta Kai untuk menemaninya mencari jejak sang ayah, yang belum pernah dilihatnya sejak lahir.
Untuk orang yang cukup rikuh menghadapi orang asing, Kai terlalu mudah akrab dengan Chantal. Begitu juga Chantal, demikian gampangnya percaya pada lelaki asing yang baru dikenalnya. Memang sih, Chantal masih anak-anak. Bisa saja dia menganggap dunia adalah tempat aman yang dipenuhi orang-orang baik. Tapi sebagai anak yang digambarkan cukup mandiri dan putri dari ibu yang single parent, apakah dia tidak diajarkan untuk berhati-hati dan waspada terhadap orang asing, sebaik apapun kelihatannya orang itu? Ending kisah ini pun, menurut saya, berupa kebetulan yang agak dipaksakan. Walau, dalam fiksi, kebetulan itu sah saja. Jangankan fiksi, life itself is stranger than fiction. Iya kan?
Bagaimanapun, saya suka buku perdana Sheva ini. Blue Romance memang memikat dari awal hingga akhir, dan tidak membosankan walau dibaca lagi dan lagi, seperti halnya penikmat kopi yang tak bosan-bosan menghirup kopi kesukaannya. :)
jadi pengen beli bukunya :)
BalasHapushoho.. saya berbakat juga ngomporin ya... *nyengir*
Hapusaduh besok besok jangan mampir ke blog mb ruri lagi ah..
BalasHapuskeracunan mulu sayaaaaa
^_______^
#ayu sukses mengadopsi the casual vacancy yang sekarang bertengger manis di kamar
hahaha,jangan ngambek gitu dong, Yu.. selamat membaca TCV yaa.. kalo udah kelar baca & bikin review juga di blog, jangan lupa bagi link-nya ke saya.. ^o^
HapusOh ini kumpulan cerita yang terjadi di kafe Blue Romance ya? Kirain sebelumnya ini satu cerita gitu. Seru nih kayaknya. Aku suka baca kumpulan cerpen soalnya. Thanks reviewnya!
BalasHapussama-sama, mbak Nana. ^.^
HapusHai, selamat ya menang di 2012 End of Year Book Contest ^^
BalasHapusMau ikutan giveaway buku juga gak di blog-ku? Silakan tengok bila bersedia ya. Di http://argalitha.blogspot.com/2013/01/januari-giveaway.html
Terima kasih :)
Arga Litha
thanks info-nya, Litha :D makasih juga sudah berkunjung yaa
Hapus