Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Sabtu, 07 Januari 2012

Finalis GoVlog - Last but Not Least! (part 1)


Oiya, buat yang belum baca dari awal gimana saya bisa nyasar ke Bali, bisa simak link-link ini dulu yaa: ^___^v


8 Desember 2011.
Denpasar, 07.30 WITA

Huaheemm.. Masih ada kantuk sisa tengah malam kemarin rupanya. Untunglah jadwal field visit hari ini baru akan dimulai pukul 08.30 WITA, jadi saya masih sempat leyeh-leyeh dulu sebelum sarapan.. ^.~  Pagi ini, kami akan bertamu ke Puskesmas Kuta I yang letaknya dekat saja dari Hotel Santika Kuta tempat kami bermalam.

Nampang di depan puskesmas


Setelah sarapan, kami cukup berjalan kaki saja ke Puskesmas Kuta I. Puskesmas yang dikunjungi sekitar 150 pasien setiap harinya ini memiliki dua gedung; gedung induk dan gedung BKIA (Balai Kesehatan Ibu dan Anak). Gedung induk yang kami kunjungi ini sendiri terdiri dari tiga lantai. Gede banget ya!

Sebagai bentuk partisipasi pencegahan dan penanggulangan infeksi menular seksual (IMS) serta HIV/AIDS, Puskesmas Kuta I mendirikan klinik IMS, klinik VCT (Voluntary Counselling and Testing) Rijasa, dan klinik methadone. Kalau di beberapa postingan GoVlog sebelumnya saya sudah menyinggung tentang klinik IMS dan klinik VCT, kali ini saya akan cerita sedikit tentang klinik Methadone. Klinik ini dibentuk sebagai salah satu implementasi program harm reduction (pengurangan dampak buruk) bagi para pengguna narkoba suntik atau penasun.

Ketika ngobat, para penasun punya kebiasaan memakai satu jarum suntik secara bergantian dengan teman-temannya. Padahal kalian tahu kan, salah satu cara penularan infeksi HIV adalah melalui darah yang terkontaminasi virus tersebut. Kebayang dong, alangkah tinggi resiko penasun untuk menularkan atau tertular HIV lewat jarum suntik yang dipakai keroyokan itu!

“Salah sendiri kenapa ngobat?”
“Nah, udah tau beresiko, makanya berhenti pakai narkoba dong!”

Mungkin begitu komentar kita. Tapi bagi seorang pecandu, tidak semudah itu meninggalkan narkoba. Gejala putus obat yang harus dialami jika berhenti begitu saja memakai narkoba—seperti rasa sakit di seluruh sendi, gelisah, berkeringat, mual, muntah—sangat menyiksa. Maka dibuatlah program harm reduction yang punya beberapa tahap. Pertama, pengguna didorong untuk berhenti memakai narkoba. Kalau belum bisa, penasun diajak untuk beralih dari obat suntik ke obat minum atau bergabung dengan terapi methadone.

Di klinik ini, pengguna narkoba bisa menjalani terapi rumatan methadone atau methadone maintenance therapy (MMT). Narkoba yang biasa mereka pakai, seperti heroin, morfin, dsb akan diganti dengan methadone. Methadone ini adalah sejenis opiat sintetis yang kekuatannya setara dengan morfin, tapi gejala putus obatnya tidak sehebat morfin dan lebih aman bagi organ-organ tubuh manusia.

Di puskesmas Kuta I, sediaan yang ada berbentuk sirup. Dosis methadone akan ditingkatkan apabila pengguna merasa dosis itu belum nendang. Setelah didapatkan dosis yang pas, dosis itu dipertahankan selama beberapa waktu. Lalu, sedikit demi sedikit akan diturunkan sampai akhirnya pengguna narkoba bisa bebas dari kecanduannya. ^o^ Pagi itu saat saya mampir ke klinik methadone, ada pasangan turis asing yang datang untuk memperoleh dosis harian methadone-nya.

“Iya, layanan klinik methadone kita tidak hanya untuk warga Bali saja, tapi turis atau pendatang pun bisa ke sini,” jelas dokter Wita, salah satu dokter umum yang bertugas di Puskesmas Kuta I. “Pengguna bisa datang tiap hari ke sini dan minum obat methadone langsung di depan petugas puskesmas,” sambungnya.

Selain itu, di klinik ini juga disediakan jarum suntik steril gratis bagi para penasun, supaya mereka tidak perlu berbagi jarum dengan orang lain. Jarum-jarum tersebut, setelah dipakai langsung diserahkan kembali untuk dimusnahkan. Program pembagian jarum suntik (needle syringe program) ini terutama untuk penasun yang masih bandel belum mau beralih ke obat minum dan berdalih begini, “Nggak bisa nge-fly kalau nggak nyuntik!” Mereka juga dilatih untuk mensucihamakan peralatan setiap kali menyuntik.

Mungkin ada sebagian kalangan yang memandang sinis program harm reduction. “Bukannya dibantu supaya  berhenti makai, kok malah dikasih jarum suntik gratis dan methadone.”

Tapi seperti yang tadi saya bilang, tidak mudah menyembuhkan drug addict dari kecanduannya. Butuh waktu! Harm reduction memang hanya upaya jangka pendek untuk memutus mata rantai penularan HIV/AIDS. Para pecandu narkoba nantinya juga akan dibantu untuk sembuh dari adiksinya melalui layanan psikologis dan psikiatri.

Para staf Puskesmas Kuta I & 10 Finalis GoVlog



~bersambung~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih untuk komentarnya :)