Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Senin, 02 Maret 2015

Pangeran Diponegoro dalam Dua Lukisan

Dalam postingan saya, Aku Diponegoro: Sebuah Napak Tilas Perjuangan, saya menyinggung sekilas tentang sebuah lukisan legendaris Raden Saleh yang dipamerkan dalam event di Galeri Nasional, judulnya Penangkapan Pangeran Diponegoro. Lukisan ini adalah "bantahan" Raden Saleh terhadap lukisan bertema serupa karya Nicolaas Pieneman, Penyerahan Diri Pangeran Diponegoro.

Pieneman melukis Penyerahan Diri Diponegoro pada tahun 1835, atas pesanan Jenderal De Kock saat jenderal itu sudah kembali ke Belanda, sebagai semacam tanda keberhasilan karir militernya menumpas Perang Jawa. Raden Saleh gusar melihat bagaimana sosok Pangeran Diponegoro digambarkan sebagai pihak yang pasrah dan kalah.

Maka sekembalinya Raden Saleh ke tanah Jawa, ia mengumpulkan informasi tentang hari penangkapan itu dari kerabat-kerabat Pangeran Diponegoro. Ia melukis penangkapan Sang Pangeran versinya, dua dekade setelah lukisan Pieneman dibuat.

Dua lukisan ini memang menceritakan satu peristiwa yang sama, namun dari dua sudut pandang yang jauh berbeda. Kalau kita simak, banyak detil yang menarik untuk dibandingkan.

Penyerahan Diri Diponegoro

Penangkapan Pangeran Diponegoro
Pada lukisan Penyerahan Diri Diponegoro, Pangeran Diponegoro digambarkan berdiri di anak tangga yang posisinya lebih rendah dari Jenderal De Kock, dengan wajah lelah dan kedua tangan terentang seolah menyerah. Beberapa prajuritnya duduk bersimpuh tertunduk, lesu. Tombak-tombak mereka tergeletak di tanah sebagai tanda penyerahan diri. Sementara itu Jenderal De Kock bertolak pinggang dengan ekspresi jumawa. Di latar belakangnya bendera kebangsaan Belanda berkibar gagah. Begitulah peristiwa itu dilihat dari mata bangsa Belanda.

Sedangkan Raden Saleh tidak memandang kejadian itu sebagai penyerahan diri. Sesungguhnya, Pangeran Diponegoro memang tidak pernah menyerah kalah. Ia ditangkap melalui tipu muslihat. Kolonel Cleerens, atas perintah Jenderal De Kock, membujuk Sang Pangeran untuk datang ke sebuah perundingan damai di gedung Karesidenan Magelang, yang ternyata jebakan belaka.

Karena itulah dalam Penangkapan Pangeran Diponegoro, Raden Saleh melukiskan Sang Pangeran, meski perjuangannya dipatahkan hari itu, tidak pernah mengalah dengan mudah. Ia tetap berdiri dengan kepala tegak dan raut wajah berapi-api, sejajar di hadapan Jenderal De Kock. 

Pangeran dan para pengikutnya tidak membawa senjata karena mereka memang datang dengan niat baik menyambut tawaran Belanda yang meminta gencatan senjata. Konon mereka tiba tanpa persenjataan juga karena saat itu sedang bulan Ramadhan, bulan yang pantang untuk berperang.

Nicolaas Pieneman, yang belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di Hindia Belanda, kurang tepat melukiskan profil Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya, yang dalam lukisan itu   tampak bergaris wajah Arab dan mengenakan pakaian ala para lelaki Timur Tengah. Sementara Raden Saleh mengguratkan sosok Sang Pangeran dan para pengikutnya sesuai garis wajah suku Jawa, dengan pakaian khas Jawa berupa blangkon dan kain batik. 

Pegunungan yang menjadi latar lukisan Nicolaas Pieneman juga lebih sesuai dengan bentuk pegunungan di benua Eropa ketimbang di Hindia Belanda. Padahal kontur puncak pegunungan vulkanik di negeri kita cenderung lebih lancip dan berbukit-bukit, seperti yang dilukis Raden Saleh.

Selain itu, satu hal lagi yang unik dari lukisannya, bila kita cermati Raden Saleh melukis dirinya sendiri di antara para pengikut Pangeran Diponegoro, seolah menempatkan diri sebagai orang yang melihat langsung peristiwa itu. Mengapa? Entahlah. Silakan menebak dan menafsirkan sendiri.. :)

Dan mungkin sebagai sentuhan satire tentang arogansi penjajah, dalam lukisannya Raden Saleh sengaja menggambar sosok orang-orang Belanda dengan ukuran kepala lebih besar dari seharusnya. :)

Menarik juga ya, betapa nasionalisme dan perlawanan terhadap tiran ternyata bisa  dituangkan dalam satu lukisan, seperti yang dilakukan Raden Saleh. Saya merasa beruntung pernah melihat lukisan itu secara langsung, paling tidak sekali seumur hidup. :)

3 komentar:

  1. jadi pengen liat langsung 2 lukisan itu

    BalasHapus
  2. Penasaran dengan lukisan keduanya.
    @rin_mizsipoel

    BalasHapus
  3. Konon ada penghianatan dari kerabat pangeran Diponegoro sendiri

    BalasHapus

Terima kasih untuk komentarnya :)