Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Minggu, 14 Desember 2014

(Book Review) Catching Fire


Judul             : Catching Fire
Pengarang    : Suzanne Collins
Penerbit        : PT. Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah  : Hetih Rusli
Tebal             : 424  halaman
        
Catching Fire adalah buku kedua dari trilogi The Hunger Games. Resensi buku pertamanya, The Hunger Games, bisa dibaca di sini :) 

Tanpa diduga, kemenangan Katniss dan Peeta dalam Hunger Games menyulut pemberontakan di beberapa distrik. Memang, Katniss memenangkan pertarungan itu dengan cara yang bisa dianggap pembangkangan terselubung. Presiden Snow mengancam Katniss agar berusaha meredam perlawanan warga distrik. Caranya? Dengan terus berakting mencintai Peeta, meyakinkan seantero Panem bahwa bagi Katniss tidak ada yang lebih penting selain bisa hidup bahagia bersama Peeta. Tidak kebebasan. Tidak juga keadilan. Bila misi ini gagal, Capitol tak akan segan membumihanguskan distrik 12 sebagai contoh bagi distrik-distrik lain yang memberontak.

Sesungguhnya, begitu Hunger Games selesai, hubungan Katniss dan Peeta jadi`gamang. Di depan seantero Panem, mereka adalah pasangan kekasih. Tapi di dunia nyata, malah rumit. Awalnya, Katniss melakoni peran ini untuk menarik simpati penonton Hunger Games, berusaha memperbesar peluangnya dan Peeta keluar hidup-hidup dari arena. Siapa sangka, selama ini Peeta tidak berpura-pura di depan kamera. Sikapnya yang perhatian dan penuh perlindungan pada Katniss bukan akting.

Katniss bingung mendefinisikan perasaannya terhadap Peeta. Ia pun menarik diri dari Peeta. Menambah kebingungan Katniss, Gale, sahabatnya, menyatakan cinta. Karena ancaman Presiden Snow, Katniss cuma punya satu pilihan: meneruskan "peran" cintanya dengan Peeta. 

Salah satu dari sedikit kebebasan yang kami miliki di distrik duabelas adalah hak untuk menikahi siapa pun yang ingin kami nikahi. Dan sekarang hak itu pun direnggut dariku.

Untung Peeta masih berbaik hati merahasiakan kenyataan di depan kamera. Perlakuannya terhadap Katniss masih sama seperti dulu.

Seburuk apapun aku menyakitinya, Peeta takkan membuka rahasiaku di depan kamera. Dia masih menjagaku dengan baik. Sebagaimana yang dilakukannya di arena.

Masalah lain yang jauh lebih besar menghadang. Karena siasat licik Presiden Snow, Katniss dan Peeta kembali harus terjun ke arena Hunger Games, yang tahun itu diselenggarakan untuk ketujuhpuluh lima kalinya dan disebut Quarter Quell. Seluruh peserta Quarter Quell adalah mantan pemenang Hunger Games, yang membuat pertarungan jauh lebih berbahaya dibanding Hunger Games biasa.


"Ingat, kau tidak lagi ada di arena yang penuh dengan anak-anak yang gemetar ketakutan. Orang-orang ini semuanya pembunuh berpengalaman."

Karena itu, Katniss memutuskan kali ini dialah yang akan melindungi Peeta di arena, sebagaimana Peeta selama ini melindunginya. Kali ini, Katniss siap mati.

Walau tetap mengusung tema pertarungan, Catching Fire lebih seru, dinamis, sekaligus lebih manusiawi dari sekuel pertamanya. Banyak tokoh-tokoh baru yang menarik, yaitu para peserta Quarter Quell dengan gaya khasnya masing-masing. Finnick Odair, peserta dari distrik 4 yang ganteng, playboy, jago bertarung memakai trisula. Kebayang ngga, ada cowok yang berani coba menggoda Katniss yang galak? Ya Finnick ini orangnya. Hehehe. Ada pula Johanna Mason, dari distrik 7, yang menang Hunger Games karena tampil tak berdaya di awal, namun ternyata cukup keji menghabisi pesaing-pesaingnya dengan kapak di akhir pertarungan. Tak ketinggalan, ada Beetee Latier, peserta dari distrik 3 yang jenius sains, berhasil menjuarai Hunger Games setelah menyetrum mati lima peserta sekaligus. Lalu, salut saya pada Suzanne Collins, untuk keberhasilannya menciptakan rintangan-rintangan baru di arena, yang tak semuanya mematikan, tapi jelas membawa penderitaan.

Dalam Catching Fire, Katniss mulai kelihatan lebih manusiawi. Kalau di buku pertama Katniss selalu digambarkan dewasa, tegar, dan garang, kali ini dia bisa ketakutan, putus asa, dan rapuh karena trauma yang didapatnya dari Hunger Games. Yah, sesungguhnya, Hunger Games meninggalkan luka tak tersembuhkan dalam diri semua pemenang yang masih hidup. Finnick menutupinya dengan berfoya-foya bersama para gadis. Haymitch menyembunyikannya dengan minuman keras. Katniss dan Peeta selalu dihantui mimpi buruk di malam hari, yang hanya dapat tertanggungkan dengan penghiburan satu sama lain.

"Peeta, kenapa aku tidak pernah tahu kapan kau mimpi buruk?" tanyaku.

"Aku tidak tahu. Kurasa aku tidak menjerit atau meronta. Aku hanya lumpuh dalam ketakutan," katanya.

"Kau seharusnya membangunkanku," kataku. Aku berpikir bagaimana aku sering menyela tidurnya dua atau tiga kali di malam yang buruk.

"Tidak perlu. Mimpi-mimpi burukku biasanya tentang kehilangan dirimu," kata Peeta. "Aku baik-baik saja setelah aku sadar kau ada di sini."

Di saat-saat seperti ini, terasa sekali kedekatan antara Katniss dan Peeta, yang jelas sulit disaingi oleh bertahun-tahun persahabatan antara Katniss dan Gale. Suzanne Collins kurang imbang menampilkan peran Gale dan Peeta dalam hidup Katniss. Gale seperti tenggelam bulat-bulat oleh Peeta yang jauh lebih menonjol dalam cerita. Menurut saya, sejak awal Suzanne Collins memang lebih berminat menjodohkan Katniss dengan Peeta deh. Ngga masalah juga sih buat saya, secara Peeta Mellark adalah tokoh pria fiktif favorit saya setelah Mr. Darcy (dalam buku Pride and Prejudice) dan Michael Moscovitz (dalam buku Princess Diaries). Hohoho...

Dan mungkin, mungkin saja Katniss tidak sepenuhnya berakting soal perasaannya pada Peeta. Terutama saat Peeta tewas tersengat listrik di arena Quarter Quell. Benarkah Peeta tewas? Ataukah Katniss masih sempat menyelamatkannya?

2 komentar:

  1. jujur aku belum membaca novelnya, tapi untuk filmnya syukurnya sudah.
    antara film dan novel gimana kak, cukup sinkron apa banyak yg dihilangi kayak hunger games yg pertama?

    BalasHapus
    Balasan
    1. novel selalu lebih berkesan dari versi film, tapi untuk Catching Fire lumayan sinkron :) pemilihan aktor & aktrisnya juga cocok sama karakter tokoh-tokoh yg di buku. menurut saya, memang paling asyik baca bukunya dulu baru nonton filmnya lho...

      Hapus

Terima kasih untuk komentarnya :)