Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Selasa, 07 Oktober 2014

Enak Ya Jadi Dia...

mengapa milik orang lain selalu lebih bagus dari milik saya?
"Enak ya jadi kamu. Pinter, lulusan FK, universitas negeri lagi. Terus, sekali ujian langsung keterima jadi pegawai negeri. Terus, ketemu jodoh yang baik dan mapan. Kayaknya kok jalan hidup kamu mulus-mulus aja."

Pernah ada yang bilang begitu sama saya.

"Enak ya jadi pegawai di tempat anu, tunjangannya gede. Ngga kayak kita...  capek kerja iya, remunerasi nggak!"

Saya sering banget, banget, mendengar ucapan semacam ini di sekitar saya. Hampir tiap hari malah.

"Enak ya jadi si anu, yang pengusaha itu.. Ngga terikat jam kerja kayak kita-kita yang kerja kantoran, tapi penghasilan mantap. Bebas jalan kemana aja,  bisa sambil urus anak pula."

Ini cerita teman-teman saya yang curhat di dunia maya, di sela rutinitas mereka menghabiskan waktu 4 jam untuk perjalanan berangkat dan pulang kerja.

Jangan-jangan kalau ditanyai satu-persatu, semua orang di dunia ini akan menjawab tidak puas dengan kehidupan yang dimilikinya dan berandai-andai menjadi orang lain yang kelihatannya lebih baik. Lebih beruntung. Lebih makmur. Lebih pandai. Lebih bahagia. Lebih segalanya.

Menurut istilah Jawa, sawang sinawang. Di mata kita, rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau dari rumput di halaman rumah sendiri. Padahal, kita tidak tahu ada apa di balik rumput yang kelihatan ijo royo-royo itu kan?

gambar diambil dari sini
Teman yang bilang sama saya, "Enak ya jadi kamu.." apa dia tahu apa saja yang sudah saya alami dan jalani untuk bisa sampai di tempat saya berdiri saat ini? Dan masalah apa saja yang sedang saya punya sekarang? Na da. Yang dia tahu cuma betapa rumput saya lebih indah dari rumputnya.

Sementara itu, orang-orang yang mengeluh, "Enak ya jadi pegawai di tempat anu tunjangannya gede.." tidak tahu bahwa sebagai imbalan dari tunjangan yang besar itu,  ada yang harus dikorbankan: pergi pagi buta dan baru sampai rumah lagi saat matahari sudah tenggelam. Quality time bersama keluarga sangat terbatas. Belum kalau harus sering dinas keluar kota. Rasa-rasanya kok sebagian besar waktu masa muda habis di kantor dan di jalan! Tambah lagi bila harus kerja bareng tim yang malas, atau sikut-sikutan sama penjilat dan kolega yang suka menusuk dari belakang. Capek hati.

Lalu, mereka iri pada wiraswastawan, "Enak ya jadi pengusaha, jam kerja suka-suka.." tanpa tahu sulitnya jatuh-bangun memulai bisnis sendiri. Tanpa tahu seperti apa sih rasanya jungkir balik cari pelanggan, ditipu rekan, merugi, bahkan jatuh bangkrut atau ngga sanggup bayar gaji karyawan.

Sampai saat ini, satu-satunya obat ampuh sawang sinawang yang saya tahu hanyalah: bersyukur.
Bersyukur atas apa pun yang kita punya saat ini, karena masih banyak orang di luar sana yang belum punya apa-apa. Bersyukur atas rumput di halaman rumah kita, meski tak sehijau yang kita mau, karena masih banyak orang yang jangankan mikirin halaman berumput, rumah pun mereka  belum punya.

Bersyukur itu bikin hati lebih damai dan bahagia, sedangkan sering mengeluh itu bikin hati dongkol dan energi terkuras.

Benar juga nasehat Mama yang sering saya dengar ini: "Rezeki biar pun sedikit, kalau disyukuri akan terasa cukup."

1 komentar:

  1. Padahal sudah dijelaskan di KitabNYA di Surat (QS 23 : 115). bahwa tiap sesuatu dari kita diciptakan dengan tujuan mulia, khalifah di bumi

    BalasHapus

Terima kasih untuk komentarnya :)