Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Minggu, 29 Juni 2014

Pengakuan: Saya Pernah Golput


Selama menulis di blog ini, saya cuma pernah beberapa kali membahas politik. Pertama, menjelang pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2012 judulnya Jangan Lupa Nyoblos! Kedua, menjelang pemilu legislatif tahun 2014 dalam postingan berjudul Yakin Mau Golput? Pikir-pikir dulu deh! Waktu itu saya mengecam sikap golput sebagai sikap egois dan tidak bertanggung jawab. Berlepas diri dari persoalan padahal itu menyangkut nasib orang banyak selama lima tahun ke depan.

Sebetulnya, saya pernah mengalami sendiri ada di posisi orang yang dilema dan bingung karena dari pilihan kandidat (parpol maupun tokoh) yang ada, rasanya ngga ada satu pun yang sesuai hati nurani. Ini saya rasakan waktu hasil pilgub putaran pertama mengerucutkan kandidat cagub-cawagub menjadi dua, Foke-Nara dan Jokowi-Ahok. Calon pilihan saya yang non partisan tak lolos putaran pertama pilgub, huhu.

Di satu sisi, saya enggan memilih cagub incumbent Foke karena selama lima tahun menjabat gubernur, belum ada janji-janji kampanye yang ditepati secara signifikan (masih ingat slogan kampanye Foke? "Jakarta banjir dan macet? Serahkan pada ahlinya."). Malah cenderung berdalih membereskan ibukota tidak semudah membalikkan telapak tangan.  Namun di sisi lain, saya ngga sreg dengan Jokowi yang waktu itu masih punya amanah sebagai walikota Solo. Singkat kata, urusan yang satu belum beres kok malah ditinggalkan demi mencari urusan baru? Apalagi Jakarta jelas tidak sama dengan Solo. Bisa dibilang, masalahnya kompleks, penduduknya padat, dari berbagai suku dan masing-masing punya karakter unik.

Waktu itu saya jadi mengerti gimana rasanya ngga punya pilihan. Dan akhirnya, saya datang ke bilik suara di TPS mencoblos kedua nama cagub. Yup. Saya golput.

Tapi setelah itu saya menyesal sudah menyia-nyiakan suara. Seharusnya saya tetap menjatuhkan pilihan pada satu kandidat yang paling sedikit keburukannya (karena dua-duanya menurut saya ngga bagus!), bukannya malah golput. Golput membuat saya tak punya hak untuk mengkritik kinerja gubernur terpilih nantinya. Lha, milih aja ngga, kok mau nyinyir? Hehe. 

Sekarang saya sudah kembali pada sikap semula yang anti golput. Walau berkali-kali pilihan saya tak sesuai harapan, jangan sampailah saya lalu jadi apatis dan hopeless. Saya masih optimis kok suatu saat negara kita akan punya pemimpin-pemimpin amanah, hasil pilihan kita sendiri.

Jadi, jangan golput ah.

2 komentar:

Terima kasih untuk komentarnya :)