Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Sabtu, 27 Desember 2014

(Book Review) Sang Penjaga Waktu


Judul                 : Sang Penjaga Waktu
Pengarang        : Mitch Albom
Penerjemah      : Tanti Lesmana
Penerbit            : PT. Gramedia Pustaka Utama 
Tebal                 : 312 halaman

Cobalah membayangkan hidup tanpa menghitung waktu.

Barangkali kau tak akan bisa. Ada jam di dindingmu. Kau punya jadwal, kalender.

Tapi di sekelilingmu tak ada yang menghitung waktu. Burung-burung tidak terlambat. Anjing tidak perlu melihat jam tangan. Rusa tidak ribut-ribut tentang hari-hari ulang tahun yang telah lewat.

Hanya manusia yang mengukur waktu.

Hanya manusia yang menghitung jam.

Itulah sebabnya hanya manusia yang mengalami ketakutan hebat yang tidak dirasakan makhluk-makhluk lainnya.

Takut kehabisan waktu.

Dor hidup jauh di masa lampau, saat segalanya masih sederhana. Dor yang cerdas dan pemikir amat tertarik pada angka-angka. Hari-hari Dor dihabiskan dengan menghitung segala sesuatu dan menciptakan berbagai alat ukur. Yang paling menarik minat Dor adalah waktu. 

"Waktu." 

Kata yang sama sekali belum ada pada masa itu. Manusia menjalani hidup tanpa mengenal istilah menit, jam, hari. Tidak seorang pun terburu-buru atau terlambat. Dor lah manusia pertama yang menemukan cara mengukur waktu. Dengan mengamati bayangan tongkat yang bergerak di tanah seiring tingginya posisi matahari di langit. Dengan menghitung berapa banyak tetes air yang jatuh dari lubang cawan buatannya. Dengan memantau perubahan bentuk bulan di malam hari.

Antusiasme Dor dalam mempelajari cara menghitung waktu membuat dia jarang memperhatikan keluarga. Alli--istrinya, dan ketiga anaknya. Dor terlambat menyadari kesalahannya. Saat anak-anak tak lagi di sampingnya, saat Alli hampir pupus nyawanya karena sakit, ia baru mengerti betapa selama ini ia sudah menyia-nyiakan waktu. Karena itulah Dor bertekad mendaki tangga Menara Babel milik Raja Nim.

Raja Nim membangun menara itu dengan pongah, agar bisa mencapai langit dan menantang para dewa. Dor tidak ingin menantang siapa-siapa. Dia ingin mencapai langit agar bisa menghentikan waktu. Agar dia bisa memperbaiki kesalahannya. Kali ini dia akan ada di sisi keluarganya. 

Perbuatan Dor ini dianggap lancang oleh Tuhan, dan  sebagai hukumannya Dor terpenjara dalam waktu. Dor menjadi sang Penjaga Waktu yang tidak pernah lapar, letih atau menua. Ia harus mendengar suara-suara permohonan manusia di bumi, yang menginginkan waktu.

"Apa yang harus kuperbuat?" tanya Dor.

"Temukanlah dua jiwa di bumi, yang satu menginginkan terlalu banyak waktu, dan satunya lagi menginginkan terlalu sedikit. Ajari mereka apa yang telah kau pelajari."

Dunia Sarah Lemon tidak sempurna. Orangtuanya bercerai, dan Sarah tinggal bersama ibu yang menurutnya terlalu cerewet. Sarah gemuk, tidak cantik, tidak punya teman, tidak dipedulikan. Yah, dia cerdas dan suka biologi, tapi itu tidak bisa membantunya mendapatkan Ethan, cowok yang disukainya. Ketika pertemuan-pertemuan singkatnya dengan Ethan menjadi rutin dan cowok itu sesekali menyapanya, Sarah memupuk keyakinan bahwa Ethan menyukainya. Sarah patah hati dan depresi setelah tahu Ethan tidak peduli padanya, bahkan mempermalukannya. 

Untuk pertama kalinya dia berpikir untuk bunuh diri, kapan dan bagaimana. 

Dia merasa hampa dan tidak berharga. Tak ada harapan. Dan kalau harapan sudah tak ada, waktu merupakan hukuman.

"Akhiri saja sekarang," bisiknya.

Victor Delamonte, orang terkaya nomor empat belas di dunia, mampu membeli segalanya kecuali kesembuhan dari penyakitnya. Jika selama 80 tahun dia menghabiskan waktu untuk terus mengembangkan kekayaannya, maka sekarang dia menghabiskan sisa dua bulan hidupnya untuk mencari cara mengakali waktu sampai obat kanker ditemukan. Tanpa sepengetahuan Grace, istrinya, Victor membayar jutaan dolar untuk menjadi subjek percobaan medis.

Krionika.

Mengawetkan tubuh manusia untuk kelak dihidupkan kembali. Membekukan diri.

Dia tidak bisa melawan kematian.

Tetapi mungkin dia bisa hidup lebih lama dari kematian.

Dibandingkan kisah fiksi ilmiah seperti Back To The Future atau Timeline-nya Michael Crichton yang juga membahas penjelajahan waktu, Sang Penjaga Waktu mungkin kurang seru. Bagian-bagian awal soal keseharian Sarah dan Victor sempat bikin saya sedikit bosan. Tapi buku Mitch Albom ini bisa dibilang menjawab secara filosofis semua pertanyaan manusia tentang "waktu". Masa kini, masa lalu, masa depan, dan makna waktu. 

Betapa hal-hal yang terjadi dalam hidup Dor, Sarah dan Victor terasa nyata karena sering kita alami. Membaca cerita tentang kesalahan tiga tokoh itu, juga penyesalan mereka, membuat kita menyadari kesalahan yang kita perbuat sendiri... Menunda-nunda pekerjaan sehingga harus terburu-buru menuntaskannya di akhir deadline. Mengejar uang demi keluarga tanpa kenal waktu, namun ironisnya ini malah menjauhkan kita dari keluarga. Terlalu sibuk menghitung waktu, sampai lupa menikmati peristiwa-peristiwa berarti yang terjadi di dalamnya. 

Kita sering kali membuang waktu, atau sebaliknya, terlalu dikekang waktu.

"Aku lebih suka kalau jam-jam itu rusak."

"Kenapa begitu?"

Dor memandangi butiran pasir dalam genggamannya.

"Sebab akulah pendosa yang telah menciptakannya."

Selain filosofi waktu, hal lain yang saya suka dari buku ini adalah pilihan diksinya keren. Saya sama sekali tidak terburu-buru membaca Sang Penjaga Waktu. Kadang-kadang saya menemukan kalimat yang membuat saya membacanya dua, tiga kali sampai maknanya benar-benar meresap. Rasanya seperti ketika kita pelan-pelan makan makanan kesukaan kita, agar tidak cepat habis dan kelezatannya bisa bertahan lebih lama di lidah.

Bagian favorit saya adalah ketika Dor memakai kekuatannya akan waktu ketika berusaha menolong Sarah dan Victor. Dor memperlihatkan pada mereka apa yang terjadi di masa depan jika Sarah dan Victor melaksanakan niat masing-masing. Benarkah hal-hal akan berjalan sesuai perkiraan mereka? Bisakah sang Penjaga Waktu menebus kesalahannya di masa lalu?

"Ada sebabnya Tuhan membatasi hari-hari kita. Supaya setiap hari itu berharga."


4 komentar:

  1. Suka juga sama buku ini. Waktu memang ibarat pedang ya mba. Kita yang harus bijak menggunakannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Ila.. dan waktu yg sdh lewat ngga bisa diputar ulang lagi

      Hapus
  2. reviewnya detail sekali mbak :)
    waktu itu adalah hadiah terindah dalam hidup untuk itu kita harus lebih bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya ya mbak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Ucu.. tapi kita sering bgt lupa itu..

      Hapus

Terima kasih untuk komentarnya :)