Sepertinya, sudah menjadi hukum
tak tertulis bahwa perempuan harus pandai—atau yaaah setidaknya bisa—memasak. Masak Tapi itu dulu, waktu aktifitas keseharian perempuan sebagian besar berada di
rumah, sebagai ibu rumah tangga. Sekarang, sudah banyak lah ya kaum adam yang
mahir memasak. Lihat saja, jajaran chef kondang di televisi seperti Bara
Pattiradjawane, Haryo Pramoe, sampai Edwin Lung. Nah, masak-memasak bukan lagi
dominasi para perempuan kan?
Saya justru banyak menemukan
teman-teman sesama perempuan yang kemampuan memasaknya minim, menu andalannya nggak jauh-jauh dari mie instan, telur
ceplok, atau nasi goreng. Kalaupun sesekali masak menu istimewa semacam
rendang, bumbunya pakai bumbu racikan instan. Bahkan ada juga lho yang masih bingung membedakan
lengkuas dan jahe.
Saya juga nggak bisa masak sih tadinya. *pengakuan
dosa, hahaha*
Kenapa begitu ya?
Apa karena di masa kini kaum saya
terlalu sibuk dengan aktifitas di luar rumah—entah untuk menuntut ilmu ataupun
bekerja? Ataukah kami terlalu terbiasa dengan adanya asisten rumah tangga yang
menyiapkan semua hidangan untuk kami di rumah? Ataukah karena kurangnya
gemblengan dari para ibu kami semasa kami remaja dulu?
Saya sendiri, memang jarang
dibiasakan oleh ibu saya untuk memasak. Menurut Ibu, saya sudah cukup capek
dengan kegiatan saya di sekolah dan bimbel, sehingga beliau urung mengajak saya
memasak. “Lagipula, kalo Mama yang masak
lebih cepet selesai. Kalo ada kamu malah jadi ribet.” Hiks! T___T Kadang
ibu saya kurang sabaran saat mengajari putrinya yang kitchen illiterate ini, jadi seringkali sesi memasak saya dan
ibunda berubah jadi sesi eyel-eyelan alias ngotot-ngototan. Saya juga salah sih karena malas bertandang ke dapur.
Buat saya, memasak itu rumit.
Harus menimbang bahan-bahan, mengupas, mencuci, mengiris, mengulek, mengocok..
Belum lagi kalau makanan yang dibuat butuh lebih dari satu pemrosesan, misalnya
galantine yang dikukus dulu sebelum digoreng. Belum lagi tumpukan wadah, panci,
dan wajan yang mesti dicuci usai dipakai memasak.
Ah, besok-besok aja deh belajar masak, kalo udah mau nikah!
Yah, begitulah, saya cuma mahir mengupas
dan memotong sayuran. Menu andalan saya selain mie instan, telur ceplok dan
nasi goreng, adalah sayur sop. Sederhana banget kan sayur sop, cuma butuh bawang
putih, garam, gula dan lada. Selebihnya, cemplungin aja semua sayurannya ke panci... -__-“
Sampai saat pernikahan saya
hampir tiba, saya masih juga belum mulai belajar. Calon suami saya waktu itu—yang
ternyata lumayan jago memasak untuk ukuran seorang laki-laki—sudah mewanti-wanti
agar saya mulai belajar memasak.
“Kan udah ada kamu yang pinter masak. Hehe...” kilah saya.
Di minggu-minggu awal pernikahan,
kami lebih sering membeli sayur dan lauk jadi. Alasan saya, “Kan kita baru pindahan rumah, belum
beres-beres perkakas memasak. Belum ada kompor.” Tapi setelah semua barang
dikeluarkan dari kardus dan ditata (termasuk kompor gas anyar hadiah pernikahan
dari famili), saya benar-benar tak bisa berkelit lagi.
Mau tahu menu makan malam pertama
yang saya buat untuk suami?
Martabak mie.
Mie instan direbus, ditiriskan,
dicampur dengan bumbu mie dan telur mentah, lalu digoreng tanpa minyak di atas
wajan anti lengket. Sajikan hangat-hangat dengan saos sambal. Selesai. Hihihi.
Sadis kan?
Tapi saya serius kok mau belajar.
Saya sadar, meski dengan mudah kita bisa beli makanan jadi di luar sana, tetap
jauh lebih baik mengkonsumsi makanan olahan sendiri. Pertama, kita bisa berhemat.
Kedua, karena kita memasak untuk diri sendiri dan keluarga, pastinya kita akan
memilih bahan-bahan bermutu baik dong.
Nggak mungkin kan kita tega
pakai minyak jelantah yang sudah belasan kali dipakai, untuk memasak tempe goreng
kesukaan anak, misalnya? Atau mencampurkan tomat dan cabai busuk untuk membuat saos
sambal yang nantinya akan disantap suami?
Hari-hari selanjutnya, saya dibimbing
intensif oleh suami untuk belajar hal-hal dasar tentang memasak! *Udah kayak bimbel untuk ujian masuk
perguruan tinggi aja.. :p * Menumis sayur, merebus daging, dan sebagainya.
Saya menemukan banyak hal baru dan menarik. Hei, ternyata memasak itu
menyenangkan juga!
“Sebagian besar masakan Indonesia itu kunci dasarnya satu: bawang
putih.”
Jadi, saya mulai tidak
takut-takut lagi menggunakan banyak bawang putih dalam menu-menu uji coba saya
;)
Contoh lainnya, cara suami saya
membuat sayur sop sedikit berbeda dengan yang saya tahu selama ini. Bukannya
merebus air dulu sampai mendidih, baru memasukkan sayuran dan bawang putih
goreng, dia menumis terlebih dahulu potongan-potongan sayur dengan bumbu halus
bawang putih, garam, lada, “Biar bumbunya
meresap ke sayuran,” katanya, sesudah itu baru menuangkan air ke dalam
panci.
Hasilnya? Enak! :9
Selain itu, saya mulai sadar
bahwa memasak itu seni, bukan hitungan eksak yang saklek.
“Gula 100 gram itu berapa sendok sih? Gimana kita tahu bawangnya udah
pas 50 gram atau belum? Kan nggak ditimbang.”
Biasanya oleh ibu saya,
pertanyaan-pertanyaan seperti ini dijawab dengan gemas dan miris, “Ya ampun masa gitu aja nggak tahu sih??”
dan berlanjut dengan eyel-eyelan,
hehe, tapi suami saya menjawab sederhana saja.
“Pakai feeling.”
Hah? Pake perasaan?
“Iya, feeling. Sedikit mengira-ngira. Lama-kelamaan, kalo kamu rajin
latihan, pasti bakal jago menakar dengan feeling kok.”
Dan tahu nggak? Dia benar.
Selain memasak menu harian
standar, saya berusaha konsisten mencoba minimal satu resep baru setiap
bulannya. Semakin sering saya memasak, semakin baik hasilnya. Bahkan ibu saya
juga mengakui lho, “Masakanmu sedep juga
ya.”
Yippiiiii! *lompat-lompat di atas kompor*
Kalau ada yang kapok masak dengan
alasan “Gue nih nyeplok telur aja gosong.
Ah, emang nggak bakat masak!” saya nggak
setuju. Seperti banyak keahlian lain di dunia ini, memasak bisa dipelajari.
Bisa dilatih sampai mahir, kalau mau.
sebenarnya memasak itu ga sulit, dan setuju, memasak itu memang seni.. memasak itu menyenangkan apalagi kalau hasilnya uenak.. hmm pasti ketagihan masak :D
BalasHapusiya nih mbak, kayaknya saya mulai ketagihan masak ;-9
Hapusaku gak bisa masak jugaaaa. dan gak mau belajaar jugaa #apa sih
BalasHapuscooking can be fun lho, win. hampir sama asiknya dengan nge-blog, IMHO ^___^v
Hapus