Dear kamu,
Apa kabar?
Ini bukanlah surat pertama yang kutulis untukmu. Tapi ya,
ini pertama kalinya aku bisa menulis padamu tanpa airmata. Tanpa
bertanya-tanya mengapa kamu harus pergi. Tanpa berharap kamu akan pulang
padaku lagi.
Kita memang terlalu terbiasa bersama. Berbagi segala.
Menjadi dua belahan diri yang hanya utuh saat bersatu. Saling menaungi
seperti langit. Saling menjelma udara bagi paru-paru satu sama lain.
Itu sebabnya, saat kamu pergi, aku limbung. Aku tak
lengkap. Langitku gelap dan meruntuh. Napasku sesak di ruang hampa
udara. Aku kehilangan.
Bagaimana denganmu? Ah. Kamu pasti baik-baik saja kan.
Sebab orang-orang bilang padaku, menjadi yang ditinggalkan selalu lebih
berat daripada yang pergi. Mereka yang pergi akan menuju kehidupan baru
yang lebih baik, sedangkan yang ditinggal pergi harus terus tinggal
bersama sisa kenangan. Kamu pergi, dan aku harus berjuang meneruskan
hidup hari demi hari sampai rasa kehilangan itu mereda.
Yah. Itulah yang kulakukan selama beberapa tahun ini.
Berjalan dan berjalan melewati waktu. Langkahku pelan dan timpang pada
mulanya, karena sekujur diriku adalah luka. Tapi waktu adalah penyembuh
yang baik. Perlahan, aku pulih. Aku membiasakan diri hidup tanpa kamu.
Tanpa senyum dan ucapan selamat pagimu. Tanpa genggaman lembutmu di sela
jemari tanganku. Tanpa lelucon-lelucon konyolmu di hari-hari burukku.
Tanpa pertengkaran-pertengkaran kecil kita itu, yang selalu berakhir
dengan kita saling menertawai kekeraskepalaan masing-masing.
Ternyata aku bisa bertahan. Ternyata aku cukup kuat untuk
menata puing-puing langitku lagi. Juga cukup tegar untuk menghirup udara
yang dulu kita bagi. Sudah cukup kusangkal takdir, sekarang saatnya
berdamai dengannya. Akan kusimpan baik-baik semua keping kenangan kita
di ruang hati, seperti menjaga benda paling berharga. Aku janji.
Aku cuma ingin bilang, aku sudah mengikhlaskanmu, Sayang. Hidupku akan baik-baik saja. Jadi, jangan kuatir soal aku.
Seperti biasa, aku akan mengubur surat ini bersama yang lainnya, di bawah rimbun pepohonan. Di samping pusaramu.
Sampai ketemu lagi di surat berikutnya.
Yang selalu mengingatmu,
Aku.
Tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel Bernard Batubara.
Nice kali :')
BalasHapusHalo.. thanks udah berkunjung yaa
HapusJadi pengen ketawa karena sedih setelah surat ini, terima kasih telah mengingatku padanu ruri #apaansichmulailagidech
BalasHapusCkck Maschun ada apa pula? :)))
HapusCkck Maschun ada apa pula? :)))
Hapus