Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Sabtu, 07 April 2012

Saya dan Memasak


Sepertinya, sudah menjadi hukum tak tertulis bahwa perempuan harus pandai—atau yaaah setidaknya bisa—memasak. Masak Tapi itu dulu, waktu aktifitas keseharian perempuan sebagian besar berada di rumah, sebagai ibu rumah tangga. Sekarang, sudah banyak lah ya kaum adam yang mahir memasak. Lihat saja, jajaran chef kondang di televisi seperti Bara Pattiradjawane, Haryo Pramoe, sampai Edwin Lung. Nah, masak-memasak bukan lagi dominasi para perempuan kan?



Saya justru banyak menemukan teman-teman sesama perempuan yang kemampuan memasaknya minim, menu andalannya nggak jauh-jauh dari mie instan, telur ceplok, atau nasi goreng. Kalaupun sesekali masak menu istimewa semacam rendang, bumbunya pakai bumbu racikan instan. Bahkan ada juga lho yang masih bingung membedakan lengkuas dan jahe.

Saya juga nggak bisa masak sih tadinya. *pengakuan dosa, hahaha*

Kenapa begitu ya? 

Apa karena di masa kini kaum saya terlalu sibuk dengan aktifitas di luar rumah—entah untuk menuntut ilmu ataupun bekerja? Ataukah kami terlalu terbiasa dengan adanya asisten rumah tangga yang menyiapkan semua hidangan untuk kami di rumah? Ataukah karena kurangnya gemblengan dari para ibu kami semasa kami remaja dulu?

Saya sendiri, memang jarang dibiasakan oleh ibu saya untuk memasak. Menurut Ibu, saya sudah cukup capek dengan kegiatan saya di sekolah dan bimbel, sehingga beliau urung mengajak saya memasak. “Lagipula, kalo Mama yang masak lebih cepet selesai. Kalo ada kamu malah jadi ribet.” Hiks! T___T Kadang ibu saya kurang sabaran saat mengajari putrinya yang kitchen illiterate ini, jadi seringkali sesi memasak saya dan ibunda berubah jadi sesi eyel-eyelan  alias ngotot-ngototan. Saya juga salah sih karena malas bertandang ke dapur.

Buat saya, memasak itu rumit. Harus menimbang bahan-bahan, mengupas, mencuci, mengiris, mengulek, mengocok.. Belum lagi kalau makanan yang dibuat butuh lebih dari satu pemrosesan, misalnya galantine yang dikukus dulu sebelum digoreng. Belum lagi tumpukan wadah, panci, dan wajan yang mesti dicuci usai dipakai memasak.



Ah, besok-besok aja deh belajar masak, kalo udah mau nikah!

Yah, begitulah, saya cuma mahir mengupas dan memotong sayuran. Menu andalan saya selain mie instan, telur ceplok dan nasi goreng, adalah sayur sop. Sederhana banget kan sayur sop, cuma butuh bawang putih, garam, gula dan lada. Selebihnya, cemplungin aja semua sayurannya ke panci... -__-“



Sampai saat pernikahan saya hampir tiba, saya masih juga belum mulai belajar. Calon suami saya waktu itu—yang ternyata lumayan jago memasak untuk ukuran seorang laki-laki—sudah mewanti-wanti agar saya mulai belajar memasak.

“Kan udah ada kamu yang pinter masak. Hehe...” kilah saya.

Di minggu-minggu awal pernikahan, kami lebih sering membeli sayur dan lauk jadi. Alasan saya, “Kan kita baru pindahan rumah, belum beres-beres perkakas memasak. Belum ada kompor.” Tapi setelah semua barang dikeluarkan dari kardus dan ditata (termasuk kompor gas anyar hadiah pernikahan dari famili), saya benar-benar tak bisa berkelit lagi.

Mau tahu menu makan malam pertama yang saya buat untuk suami?

Martabak mie.


Mie instan direbus, ditiriskan, dicampur dengan bumbu mie dan telur mentah, lalu digoreng tanpa minyak di atas wajan anti lengket. Sajikan hangat-hangat dengan saos sambal. Selesai. Hihihi. Sadis kan?

Tapi saya serius kok mau belajar. Saya sadar, meski dengan mudah kita bisa beli makanan jadi di luar sana, tetap jauh lebih baik mengkonsumsi makanan olahan sendiri. Pertama, kita bisa berhemat. Kedua, karena kita memasak untuk diri sendiri dan keluarga, pastinya kita akan memilih bahan-bahan bermutu baik dong.

Nggak mungkin kan kita tega pakai minyak jelantah yang sudah belasan kali dipakai, untuk memasak tempe goreng kesukaan anak, misalnya? Atau mencampurkan tomat dan cabai busuk untuk membuat saos sambal yang nantinya akan disantap suami?   

Hari-hari selanjutnya, saya dibimbing intensif oleh suami untuk belajar hal-hal dasar tentang memasak! *Udah kayak bimbel untuk ujian masuk perguruan tinggi aja.. :p * Menumis sayur, merebus daging, dan sebagainya. Saya menemukan banyak hal baru dan menarik. Hei, ternyata memasak itu menyenangkan juga!

“Sebagian besar masakan Indonesia itu kunci dasarnya satu: bawang putih.”

Jadi, saya mulai tidak takut-takut lagi menggunakan banyak bawang putih dalam menu-menu uji coba saya ;)

Contoh lainnya, cara suami saya membuat sayur sop sedikit berbeda dengan yang saya tahu selama ini. Bukannya merebus air dulu sampai mendidih, baru memasukkan sayuran dan bawang putih goreng, dia menumis terlebih dahulu potongan-potongan sayur dengan bumbu halus bawang putih, garam, lada, “Biar bumbunya meresap ke sayuran,” katanya, sesudah itu baru menuangkan air ke dalam panci.
Hasilnya? Enak! :9

Selain itu, saya mulai sadar bahwa memasak itu seni, bukan hitungan eksak yang saklek.

“Gula 100 gram itu berapa sendok sih? Gimana kita tahu bawangnya udah pas 50 gram atau belum? Kan nggak ditimbang.”

Biasanya oleh ibu saya, pertanyaan-pertanyaan seperti ini dijawab dengan gemas dan miris, “Ya ampun masa gitu aja nggak tahu sih??” dan berlanjut dengan eyel-eyelan, hehe, tapi suami saya menjawab sederhana saja.

“Pakai feeling.”

Hah? Pake perasaan?

“Iya, feeling. Sedikit mengira-ngira. Lama-kelamaan, kalo kamu rajin latihan, pasti bakal jago menakar dengan feeling kok.”

Dan tahu nggak? Dia benar.

Selain memasak menu harian standar, saya berusaha konsisten mencoba minimal satu resep baru setiap bulannya. Semakin sering saya memasak, semakin baik hasilnya. Bahkan ibu saya juga mengakui lho, “Masakanmu sedep juga ya.”

Yippiiiii! *lompat-lompat di atas kompor*

Kalau ada yang kapok masak dengan alasan “Gue nih nyeplok telur aja gosong. Ah, emang nggak bakat masak!” saya nggak setuju. Seperti banyak keahlian lain di dunia ini, memasak bisa dipelajari. Bisa dilatih sampai mahir, kalau mau.

Jadi... ada yang mau berbagi resep masakan baru ke saya? Ditunggu! ^o^//





4 komentar:

  1. sebenarnya memasak itu ga sulit, dan setuju, memasak itu memang seni.. memasak itu menyenangkan apalagi kalau hasilnya uenak.. hmm pasti ketagihan masak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya nih mbak, kayaknya saya mulai ketagihan masak ;-9

      Hapus
  2. aku gak bisa masak jugaaaa. dan gak mau belajaar jugaa #apa sih

    BalasHapus
    Balasan
    1. cooking can be fun lho, win. hampir sama asiknya dengan nge-blog, IMHO ^___^v

      Hapus

Terima kasih untuk komentarnya :)