Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Rabu, 03 Juni 2015

Benarkah Kecanduan Selfie Termasuk Gangguan Mental?


Ciyus nih, bro? -_-"



Beberapa minggu lalu, seorang senior saya, lewat akun Facebook-nya, membagikan tautan artikel yang menjelaskan bahwa American Psychiatric Association (APA) baru-baru ini memasukkan kecanduan selfie menjadi suatu diagnosis gangguan mental (mental disorder) yang disebut selfitis. 



Selfie adalah aktivitas memfoto diri sendiri atau hal-hal lain seputar kehidupan diri sendiri. Tren selfie meledak di tengah kita seiring dengan semakin masifnya popularitas smartphone. Smartphone hampir selalu dilengkapi dengan kamera dan aplikasi pengedit foto yang memungkinkan kita memoles foto diri menjadi lebih mulus dan sempurna. *Anyone familiar with Photoshop and Camera360? Hehehe* 

Belum lagi makin menjamurnya akses internet dan tentu saja aplikasi media sosial! Kombinasi sempurna untuk memanjakan kebiasaan selfie kan? Bahkan, "selfie" baru-baru ini dimasukkan ke dalam perbendaharaan kata di Oxford's Online Dictionary
Selfitis didefinisikan sebagai hasrat obsesif kompulsif yang berlebihan untuk memfoto diri sendiri dan mengunggahnya di media sosial. Kecanduan selfie mengindikasikan bahwa pelakunya mungkin memiliki rasa percaya diri yang kurang, harga diri yang rendah, juga kemampuan yang lemah dalam hubungan interpersonal di dunia nyata. Mereka berusaha keras memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut dengan berupaya menarik perhatian atau mencari sebanyak mungkin teman/ pengagum agar eksis di dunia maya.

Penasaran banget dengan diagnosis anyar "selfitis" ini, saya iseng browsing ke website APA. APA adalah asosiasi psikiater di Amerika. APA mempunyai semacam buku pedoman diagnosis yang disebut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM). Isinya adalah berbagai jenis gangguan kejiwaan yang telah diklasifikasikan dan ditentukan kriteria diagnosisnya. Setiap beberapa tahun sekali, DSM akan ditinjau dan direvisi. Edisi revisi terbaru dari pedoman tersebut adalah DSM-V. Di dalamnya, ternyata tidak disebutkan mengenai selfie atau selfitis!

Rupanya gangguan mental yang disebut selfitis ini cuma hoax, sodara-sodaraaa. *Tepok jidat* Hahaha... Jadi, buat penyuka selfie silakan menghembuskan napas lega: kamu masih normal kok.

Selfie boleh-boleh saja, tapi jangan sampai jadi pecandu selfie lho. Sebuah studi psikologi telah dilakukan terhadap 1000 responden laki-laki berusia 18-40 tahun, untuk mempelajari tipe-tipe kepribadian macam apa yang berhubungan dengan kegemaran selfie dan mengedit foto selfie. Pertanyaan besarnya adalah, apakah orang-orang yang sering gemar selfie dan mengunggahnya di berbagai media sosial cenderung memiliki kepribadian narcissistic dan psychopathic, atau self-objectifying, atau keduanya?

Sebelumnya kita bahas sekilas ya definisi-definisi tersebut.

Narcissism adalah kepribadian seseorang yang cenderung berpusat pada dirinya sendiri (self-centeredness), terlalu melebih-lebihkan dalam memandang dirinya sendiri. Seseorang dengan narcissism menganggap dirinya lebih baik dari yang lain dan mempunyai kebutuhan yang berlebihan untuk dikagumi oleh orang-orang lain. Ia cenderung memamerkan hal-hal yang dianggapnya hebat tentang dirinya di media sosial, setiap kali ada kesempatan.

Psycopathy adalah sifat impulsif yang berlebihan dan kurang empati. Seseorang dengan psychopathy cenderung reaktif dalam mengunggah foto selfie, mengomentari atau merespon hal-hal yang dilihatnya di media sosial, ia langsung melakukannya tanpa pertimbangan rasio atau memikirkan apakah tindakannya tersebut melukai orang lain.

Self-objectification adalah kecenderungan seseorang untuk memandang tubuhnya sebagai obyek yang terpenting dan berharga. Ia memandang baik-buruk dirinya tergantung dari penampilan fisiknya.


Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menghabiskan waktu lebih lama berselancar di media sosial setiap harinya dan lebih sering mengedit foto-foto selfie-nya terlebih dulu sebelum mengunggah ke media sosial, cenderung memiliki narcissism dan self-objectification. Sementara responden yang mengunggah banyak foto selfie setiap harinya cenderung memiliki narcissism dan psychopathy.

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa seorang narcissist cenderung suka pamer melalui foto-foto selfie dan berusaha mengeditnya sebagus mungkin, sedangkan seorang psychopathic lebih sering selfie namun tidak merasa perlu mengedit foto-fotonya. Seorang dengan self-objectification lebih jarang mengunggah foto selfie, tapi memilih dengan seksama selfie mana yang paling sempurna menampilkan fisiknya.

Meski demikian, mengingat responden dari penelitian ini seluruhnya laki-laki, validitas hubungan antara hobi selfie dan jenis kepribadian manusia ini masih perlu diteliti lebih lanjut, misalnya pada responden perempuan. Siapa tahu hasilnya nanti akan lebih mengejutkan. :)  





Referensi:
Selfies craze is actually a mental disorder
Highlight of changes from DM-IV-TR to DSM-V 
Are selfies a sign of narcissism and psychopathy?
 


21 komentar:

  1. kalau selfie dalam batas yang wajar keknya gak papa deh mak...karena setiap orang pasti suka selfie, kalau selfie gangguan mental maka semua orang gangguan mental dong ya hahha...*peace*
    Tapi kalau selfi itu sudah berlebihan sampe nungging2 or kayak itu pilot pesawat maka ada yg bilang kalau itu termasuk Narsisstics Personality Disorder atau gangguan kejiwaan...
    *cmiww

    BalasHapus
    Balasan
    1. selama masih dalam batas wajar masih oke :)

      Hapus
  2. Sempat kaget baca tulisan ini di awal2 hehehe masak selfistik masuk DSM...tyt cuma hoax... ngeri emang pas dengar kasus selfie smp dibayar dg nyawa....salam kenal mak

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal juga mak Reni ^_^ yup.. kenapa harus segitu terobsesinya dengan selfie sampai membahayakan nyawa sendiri :(

      Hapus
  3. mungkin kalau masih dalam batas-batas tertentu yah belum masuk kategori gangguan kejiwaan yaa :)

    BalasHapus
  4. gile, serem juga yak orang yg hobi selfie psikopat.
    nggak nyangka, awal dari hobi selfie, ending2 nya psikopat.
    astaga

    BalasHapus
    Balasan
    1. apapun yg berlebihan memang ngga baik ya?

      Hapus
  5. Selfi anawati yang saya kenal baik2 aja kok mbak, ga terlalu narsis apalagi psikopat. Kalo saya aman, sekali-nya mo selfi hasilnya nge-Blur. hehehhe...
    Salam Nge-BluR

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo yang itu mungkin Neng Selfi ya bang Blur? hehehe

      Hapus
  6. err, ternyata banyak jenisnya ya, mba. dari narsis bisa berujung ke psikopat. ada juga lho yang selfie di puncak deket tebing pula. kadang ngeri ngebayangin kalo orangnya jatuh. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. miris.. segitu pingin dapat pose bombastis demi eksis di dunia maya? :(

      Hapus
  7. buat saya sih apapun yang namanya kecanduan memang gak benar. Jadi sewajarnya aja, termasuk selfie

    BalasHapus
  8. Wah hayoooo yg suka selfie... Hahahhaa
    Ketauan punya kelainan jiwa

    BalasHapus
    Balasan
    1. ampe timeline orang penuh sama selfie berserinya hayooo :')

      Hapus
  9. Mending hp nya dipake buat yang lebih bermanfaat yuk, kayak nulis gitu misalnya. Hehehehehe.

    Salam,
    Syanu.

    BalasHapus
  10. Kalo kebanyakan selfie memang gawat jg

    BalasHapus

Terima kasih untuk komentarnya :)