Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Sabtu, 05 Juli 2014

Aspirasi Dokter untuk Prabowo-Hatta

Yang Terhormat, 
Capres-Cawapres Indonesia 2014
Prabowo-Hatta

Pernahkah Bapak-bapak melihat berjubelnya antrean rakyat yang berobat di puskesmas dan rumah sakit pemerintah? Pernahkah Bapak-bapak melihat bagaimana dokter-dokter umum di puskesmas dan rumah sakit pemerintah melayani mereka?

Dokter-dokter dituntut tulus dan profesional, tapi jumlah pasien yang mesti mereka layani cukup fantastis--bisa tembus seratus pasien per hari. Mereka telah disumpah untuk menolong tanpa pandang bulu. Saya percaya mereka selalu berupaya tulus dan profesional dalam bekerja. Apalagi, dokter adalah ujung tombak pelayanan kesehatan. Bagaimanapun, mereka manusia biasa, bukan robot yang tak kenal lelah.

Bapak-bapak jangan heran ya melihat mereka memeriksa pasien begitu cepat, bicara seperlunya, sehingga banyak pasien mengeluh, "Antrenya dua jam, tapi diperiksa dokter lima menit!" atau, "Kok begini dokternya? Cuma tanya-tanya sedikit, tutul-tutul stetoskop sebentar, tulis resep, bubar." 

Bagaimana mungkin dokter-dokter bisa memanusiakan pasien dengan baik, bila mereka dituntut bekerja seperti robot?

Menurut saya, salah satu penyebab adalah timpangnya jumlah dokter dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Boleh ya Pak, kita simak sebentar tabel berikut? 

Sumber: WHO
Ini adalah data rasio dokter umum-jumlah penduduk di negara-negara tetangga kita.

Menduduki peringkat kedua dari bawah, Indonesia baru punya kira-kira dua dokter umum untuk 10.000 penduduk, atau 1 dokter melayani 5000 penduduk. Ini pun berdasarkan data terakhir WHO tahun 2012, saat itu jumlah penduduk Indonesia “masih” sekitar 230 juta jiwa.

Sekarang?

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 252 juta jiwa, sedangkan jumlah dokter umum di seluruh nusantara baru ada sekitar 94.000 orang. Berarti 1 dokter melayani 2680 penduduk, padahal menurut WHO rasio idealnya adalah 4 : 1000, atau 1 dokter melayani 2500 penduduk. 

Kita kekurangan dokter, mungkin salah satunya karena biaya kuliah kedokteran yang semakin membumbung. Dulu, alangkah beruntungnya saya karena biaya masih terjangkau. SPP 500 ribu rupiah. Sumbangan untuk fasilitas kampus, bagi mahasiswa kurang mampu, dipermudah untuk mendapat keringanan, bahkan boleh mencicil sampai tahun terakhir!

Senior saya, yang menumpang di kantor sekretariat masjid demi berhemat, bisa jadi dokter. Teman-teman saya anak supir truk, anak petani, bisa jadi dokter. Saya, meski Ibu mesti jual rumah demi membiayai saya, bisa jadi dokter.

Sekarang, masih bisakah orang-orang biasa seperti kami jadi dokter? Rasanya sulit, Pak.

Biaya pendidikan dokter mencapai lebih 100 juta rupiah, Pak. Banyak pemuda cerdas, ingin jadi dokter dan mewakafkan ilmunya buat rakyat. Namun karena biaya kuliah yang melangit, langkah mereka terhenti.

Dalam forum debat di televisi, Bapak-bapak berjanji menambah tenaga dokter demi lancarnya program kesehatan, berjanji menyumbat kebocoran anggaran negara, lalu mengalihkannya untuk bidang pendidikan dan kesehatan. Bagaimana mungkin Bapak-bapak menambah tenaga dokter, bila rakyat tak mampu bayar sekolah kedokteran?

Saya menemukan dalam visi-misi Prabowo-Hatta, ada poin IV tentang reformasi pendidikan. Bapak-bapak menjanjikan beasiswa untuk mahasiswa kurang mampu dan menyediakan fasilitas kredit bank untuk mahasiswa berprestasi. Kelak, bila Bapak-bapak mendapat mandat dari rakyat Indonesia, akan saya tagih janji itu. Alangkah bahagianya bila terlaksana, supaya semakin banyak orang biasa seperti saya dan teman-teman dulu, bisa jadi dokter yang berkiprah untuk rakyat. Saya titipkan harapan saya pada Prabowo-Hatta, karena saya cinta IndONEsia.   


#IndonesiaSatu
#PrabowoHatta
#SelamatkanIndonesia




4 komentar:

  1. Wah berarti saya termasuk yg kurang beruntung dgn biaya pendidikan ratusan juta.. iya dok.. semoga kedepannya pendidikan dokter lebih terjangkau. Sekarang sudah banyak ortu yg bilang sama anaknya jgn mau jadi dokter. Boaya mahal, sekolah lama, penghasilan biasa. Semoga pikiran2 seperti itu tidak terbesit pada pikiran orang di masa depan. Kita perlu ts lbh banyak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe.. jk sy dihadapkan pd biaya kuliah yg sekarang.. rasanya bisa batal masuk FK. Kalo ada adik/ponakan yg mau jd dokter.. sy selalu bilang, kamu yakin? Sekolahnya lama dan mahal. Motivasimu jg hrs ikhlas. Kalau mau jadi dokter krn pingin kaya raya, pikir ulang!

      Hapus
  2. Balasan
    1. Aamiin. Terimakasih udah berkunjung ke blog saya, mas.

      Hapus

Terima kasih untuk komentarnya :)