Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Minggu, 28 Oktober 2012

(Book Review) Sang Alkemis



Penulis             : Paulo Coelho
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Tebal                : 216 halaman
ISBN                : 978-979-22-8250-8

Sebetulnya, novel ini sudah terbit di Indonesia tahun 2005. Tiap kali saya ke toko buku dan mondar-mandir dari rak ke rak untuk mencari buku yang menarik, buku ini selalu nampang manis di antara ribuan lainnya. Tapi saya baru mulai penasaran, kebayang-bayang, dan ingin membacanya setelah saya menamatkan Coelho and Us; novela yang ditulis Ollie, salah satu idola saya ^.^, dan diterbitkan Gagasmedia dalam novel duet bertajuk Harmoni.

Coelho and Us menceritakan cinta Ryan dan Lili yang dimulai gara-gara Lili secara tak sengaja meninggalkan bukunya di meja sebuah kafe langganan. Ryan, yang sudah lumayan lama mengamati--dan hanya berani mengagumi Lili dari mejanya sendiri di kafe itu, menjadikan buku temuan itu sebagai jalan pembuka untuk berkenalan dengan Lili. Judul buku itu, Sang Alkemis.

Boleh dibilang, Sang Alkemis-lah yang menjadi "mak comblang cinta" Ryan-Lili sekaligus roh utama cerita Coelho and Us. Lili dan Ryan menemukan banyak kebijaksanaan hidup dalam Sang Alkemis, yang sesuai banget sama kisah hubungan mereka berdua. Ollie juga membubuhkan kutipan-kutipan dari Sang Alkemis-nya Paulo Coelho di sana-sini. Kutipan-kutipan yang, menurut saya sih, daleeem banget. *kumat nih melankolisnya* 

Akibatnya, saya jadi penasaran dong sama Sang Alkemis! Kok bisa buku itu menginspirasi Ollie sedemikian hingga terciptalah sebuah novela? Kok bisa teman saya Windi terheran-heran waktu tahu saya belum pernah baca buku itu, "Kemane ajeee?" dan bilang bahwa Sang Alkemis itu a must read book in a life time?



Bulatlah tekad saya untuk minta dibeliin buku ini sama suami. *eh*

Komentar suami cuma, "Tumben Say, beli novelnya tipisan. Nanti cepet abis lhoo."

Dooo, iseng ya. ~__~

Nyatanya, saya butuh waktu agak lama menamatkan buku ini. Pertama, karena saya hanya sempat membacanya di stasiun sambil menunggu KRL datang, dan selama perjalanan naik KRL pulang-pergi ngantor. Kedua, isinya memang filosofis banget dan bikin saya berkali-kali tertegun merenungkan maknanya.

Novel ini berkisah tentang anak gembala bernama Santiago, yang berkelana dari Andalusia ke Mesir untuk berburu harta karun. Dulunya, Santiago ini calon pastor. Dia sempat sekolah di seminari sampai usia 16 tahun, tapi lalu menyadari bahwa menjadi pastor bukanlah keinginannya, melainkan orangtuanya. Santiago punya rasa ingin tahu yang amat besar pada dunia, yang tak mampu dijawab oleh dinding-dinding biara. Santiago memberanikan diri bilang pada ayahnya tentang impiannya sendiri: berkelana.

Agar bisa berkelana, Santiago menjadi anak gembala. Ia beli beberapa domba dan menggembalakannya ke padang-padang Andalusia. Dalam perjalanan, Santiago tertidur dan bermimpi tentang harta karun di antara piramida-piramida Mesir. Awalnya Santiago menganggapnya sekedar bunga tidur. Tapi, bagai pertanda, mimpi itu muncul dua malam berturut-turut. Mengikuti pertanda itu, Santiago menemui wanita Gipsi yang bisa menafsirkan mimpi. 

Santiago sempat galau antara meneruskan menggembala atau mencari harta karun itu. Sebagai anak gembala, ia cukup settled. Dia sudah terbiasa hidup bersama kawanan dombanya. Dia sudah hafal nyaris semua padang rumput dan mata air yang bagus di Andalusia. Dia tahu kemana harus menjual bulu dombanya. 

Sebaliknya, berburu harta karun tampak absurd dan penuh ketidakpastian. Santiago harus menjual semua domba yang sudah begitu diakrabinya. Dia juga harus meninggalkan Andalusia, menyeberangi lautan dan gurun asing menuju Mesir. Bagaimana kalau ia tersesat? Bagaimana kalau ia dirampok dan dibunuh di tengah gurun? Yang paling menyedihkan, bagaimana kalau harta karun itu tak pernah ada?

Tapi bukan Santiago namanya kalau merasa puas hidup di "zona aman". Ia memutuskan untuk berharap dan bertaruh pada mimpinya.

"Yang membuat hidup ini menarik adalah kemungkinan untuk mewujudkan impian menjadi kenyataan."

Dari sini perjuangan panjang Santiago dimulai. Petualangan membawanya bertemu dengan Raja misterius, penipu yang menggondol kabur semua uangnya, pedagang kristal yang takut mengejar impiannya, lelaki Inggris yang tergila-gila pada ilmu kimia, seorang wanita gurun yang mungkin ditakdirkan untuknya, dan Sang Alkemis itu sendiri. Dan tanpa diduga, segala kerumitan itu akhirnya menuntun Santiago kembali pulang, ke tempat harta karun yang sesungguhnya berada. 

Harta karun apa? Di mana?

Baca sendiri aja yaaa. *smirk*

Sejak awal, Santiago segera menjadi tokoh favorit saya. Hidupnya tak selalu mulus, dan ia sering bimbang saat berhadapan dengan pilihan-pilihan. Maju atau mundur. Pergi atau tinggal. Melanjutkan perjalanan atau menyerah. Tapi pada akhirnya, Santiago selalu mengikuti pertanda-pertanda yang ditunjukkan semesta padanya. Mendengarkan suara hatinya. Ia berani mengejar impiannya; ini keberanian yang belum tentu dimiliki semua orang. 

Ya, ternyata ada orang-orang di sekeliling kita yang mencegah kita mengejar mimpi dengan kata-kata "Jangan, itu mustahil!" atau "Percuma, kamu nggak akan bisa!". Ternyata ada pula orang-orang seperti si pedagang kristal, yang bertahan berkutat melalui hari-hari dan rutinitas yang sama dan takut mewujudkan impiannya untuk berhaji ke tanah suci. Kenapa?

"Sebab impian hendak pergi ke Mekah-lah yang membuatku bertahan hidup. Aku takut kalau impianku jadi kenyataan, aku jadi tak punya alasan untuk hidup."

Kadang-kadang, ketakutan tak beralasan menghalangi kita dari mencapai cita-cita. Padahal, kalau mau sedikit (banyak juga boleh ding, hehehe) ambil resiko, cita-cita itu mungkin bisa terwujud lho. Atau, bisa juga gagal total sih, seperti Santiago yang sempat bernasib sial karena ditipu orang di tengah jalan. 

Tapi berjalan dan tersandung kerikil dalam perjalanan itu lebih baik kan, daripada takut melangkah dan tidak pernah sampai kemana-mana? 

Lah, kok jadi ikut-ikutan Opa Coelho berfilosofi gini sih? :p


Pokoknya, kalau kita memang benar-benar punya impian, kejarlah. Siapa tahu kesampean, mana kita tahu kalo nggak dicoba? 

Dan ini kutipan favorit saya:

"Kalau kau menginginkan sesuatu, seisi jagat raya akan bekerja sama membantumu memperolehnya"

*


5 komentar:

  1. Halo, salam kenal Mbak Ruri, nice post!

    Sang Alkemis juga sudah menginspirasi saya buat lebih kenal dengan "mewujudkan impian". Saya baca di tahun 2007-an. Ah, jadi pengen baca lagi. *baru inget kalo bukunya ketinggalan di kampung*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, iya buku kayak gini ngga cukup dibaca sekali. Salam kenal juga ya, Pak :D

      Hapus
  2. Saya (big sister) akhirnya membaca buku ini 10 tahun lalu, setelah berbicara dgn 3 orang yg telah membaca buku ini dan semuanya merekomendasikan saya utk membacanya. Semoga buku ini membuat Ruri menemukan 'passion'-mu. Lagi mencari kan?! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. yes, sister, i am still searching ^___^ buku ini emang keren

      Hapus
  3. Aku baru pertama kali sih baca karya Paulo Coelho, tapi sekali baca, langsung jatuh cinta sama Sang Alkemis. Kisahnya ringan dan sederhana, tidak terlalu banyak, namun sarat banget akan makna dan perenungan hidup. Relate banget sama keresahan yang aku alami selama menjalani hidup. Pokoknya da best deh buku yang satu ini.

    BalasHapus

Terima kasih untuk komentarnya :)