Awalnya, saya berniat tidak memilih siapa-siapa di antara dua calon pemenang itu. Buat saya, figur pemimpin yang saya harapkan tidak saya temukan pada keduanya.
Ada yang ingkar pada sumpahnya saat dilantik sebagai pemimpin kota untuk 5 tahun ke depan. Nyatanya, belum lagi setengah masa jabatannya berjalan, belum lagi tunai janji-janji indahnya saat dulu meminta dukungan rakyat kota tersebut, dia sudah beralih hendak meraih jabatan lebih tinggi. Tak hendak saya diimami orang yang melupakan sumpahnya.
Ada yang punya masa lalu misterius. Disebut-sebut bagian dari rezim tiran yang pernah berkuasa di negeri ini. Disebut-sebut sebagai algojo yang tangannya berlumur darah orang-orang tak berdosa. Dosa mereka hanyalah berbeda pendapat dengan rezim tiran itu. Sang tertuduh tak pernah benar-benar bicara blak-blakan pada rakyat tentang kebenaran sesungguhnya. Dia hanya bilang, "Tuhan tidak tidur." Tak hendak saya diimami orang yang rekam hidupnya penuh selubung gelap.
Tapi niat golput gagal menenangkan hati saya. Walau dua calon pemimpin itu bukan orang-orang terbaik, pastilah ada yang paling sedikit keburukannya. Dialah yang akan saya pilih.
Mulailah saya berpetualang mencari informasi apa saja soal dua calon yang belum saya kenal itu. Dalam pencarian, saya temukan sisi-sisi lain dari satu calon. Sisi putih yang selama ini jarang terlihat karena memang dia tak menonjol-nonjolkannya agar dipuji orang banyak. Sisi putih yang cuma diketahui oleh mereka yang pernah mengenalnya. Sejawatnya. Tetangganya. Gurunya. Orang-orang yang ditolongnya. Dan, terutama bawahannya.
Bukankah bila mau tahu sifat asli seseorang, maka pelajarilah bagaimana dia memperlakukan bawahannya, juga perilakunya saat sepi orang yang menonton?
Manusia sering kali berbuat baik pada orang lain karena butuh. Baik pada atasan karena butuh cari makan. Baik pada orang kaya karena butuh uang. Baik pada pejabat karena butuh koneksi. Baik pada pewarta karena butuh popularitas.
Manusia yang berbuat baik pada orang lain karena memang dia baik, akan baik pada siapa saja. Bahkan pada bawahan yang tak kasih dia makan. Pada orang miskin yang tak buat dia balik modal. Pada kroco yang tak memperkokoh posisinya. Pada orang pinggiran yang ceritanya tak didengar siapa-siapa.
Mungkin benar kata dia. Tuhan tidak tidur. Meski banyak yang menampilkan dia sebagai figur berjiwa legam, Tuhan punya cara sendiri membuka mata hati orang-orang yang selama ini memprasangkainya. Bahwa dia orang baik.
Akhirnya, saya memilihnya. Lalu mendoakannya. Tak peduli apakah saya melawan arus atau tidak. Yang jelas saya tidak bisa melawan kata hati.
Kalau pun nanti, ternyata pilihan saya bukan pilihan mayoritas rakyat negeri ini, saya tidak menyesal. Saya hanya menyesal selama ini sudah menjadi bagian dari orang-orang yang berprasangka buruk padanya.
Kalau pun nanti, bukan orang baik itu yang memimpin saya, saya tidak menyesal. Karena orang baik seperti dia, tetap akan berbuat baik tak peduli jadi pejabat atau tidak. Dan itu yang penting buat saya.
Yang penting sudah memilih :-)
BalasHapusSiapapun yg memang, dia memang berhak unk menjabat :-D
yang menang harus ingat, ada nyaris separuh rakyat Indonesia yang tidak memilihnya. biar ngga lupa melulu sama janji2 kampanye :D
HapusSetiap orang gak ada yang sempurna dan tempatnya khilaf. orang pasti bisa berubah. kalaupun presiden yang bakal duduk nanti melakukan pelanggaran. dari itu semua kita tetap harus memilih. pilih mana menurut kita yang paling baik, jgn terlalu banyak melihat yang lampau. Kita masyarakat indonesia bisa kok menurunkan jabatannya dari tampuk kepresidenan kalau kita mau kalau si presidennya byk melakukan pelanggaran.
BalasHapusYa.. pemimpin yang sempurna itu hanya Nabi Muhammad :) manusia lainnya pasti banyak kelemahan.. setuju, nanti presiden hrs sering ditagih janji2nya
HapusYa.. pemimpin yang sempurna itu hanya Nabi Muhammad :) manusia lainnya pasti banyak kelemahan.. setuju, nanti presiden hrs sering ditagih janji2nya
Hapus