Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Pages

Kamis, 15 Desember 2011

10 Finalis GoVlog - Field Visit Pun Dimulai

Cerita sebelumnya simak di sini ya ^__~ :


6 Desember 2011
Bandara Ngurah Rai.
Alhamdulillah.. Setelah menempuh penerbangan dari Jakarta selama kira-kira satu setengah jam, kami—enam finalis GoVlog dan dua personil vivanews.com—tiba di Denpasar.
Setelah sempat sedikit bingung mencari kru Panorama Tours yang mestinya menjemput, kami melihat beberapa pria yang mengenakan kemeja Hawaii berwarna merah-oranye ngejreng seperti yang dipakai Pak Herry, kru Panorama Tours yang sudah membantu proses check-in dan boarding kami di bandara Soekarno-Hatta tadi pagi. Salah satu di antara pria itu membawa banner seukuran kertas A4 bertuliskan AUSEM.
Kok AUSEM ya, bukan AUSAID? Tapi di banner itu tertera logo AusAid berupa gambar kanguru kok. Ternyata, mereka memang para kru Panorama Tours yang bermaksud menjemput kami! ^o^ Kami pun berangkat ke hotel.

Hotel Santika Kuta.
Di hotel, Mas Rendy Djauhari dari AusAid dan Mbak Dyah dari Panorama Tours menyambut kami. Setelah makan siang, dua finalis dari Yogyakarta yaitu Himam Fadeli dan Aziz Abdul Ngashim bergabung ngobrol di meja. Ternyata duo Yogya ini pun berstatus mahasiswa. Fadel berkuliah di Akindo, sedangkan Aziz di Universitas Gadjah Mada. *masih ngebahas aja soal usia* :P
Mas Rendy lalu menjelaskan secara garis besar jadwal field visit. Ternyata ada perubahan jadwal. Field visit yang sedianya akan dimulai besok pagi, diubah menjadi sore hari ini pukul 16.00 WITA dan kami sudah harus berkumpul di lobi tigapuluh menit sebelumnya. Wah, satu jam lagi dong.. Niat saya untuk tidur siang harus ditunda nih. Setelah sholat, saya rebahan sebentar di tempat tidur. Tiba-tiba Mbak Galuh menelepon saya.
“Ruri, kamu di mana?”
“Masih di kamar, Mbak. Berangkatnya jam 4 kan?” jawab saya, masih terlena dengan empuknya tempat tidur Santika.
“Sekarang kan udah jam 4! Semua finalis udah naik ke bus.”
Eh? Saya cek jam tangan dan jam di ponsel, masih menunjukkan pukul 15.00 WITA tuh. Tapi...
Eh iya ya, saya kan sekarang ada di Bali, wilayah Indonesia bagian tengah. Waktu WITA. Yang berarti satu jam lebih dulu dari WIB. Yang berarti saya TELAT karena LUPA menyesuaikan jam WIB saya dengan WITA!
Huwaaaa!! Panik!

Tanpa mandi lagi, saya dandan koboi selama 2 menit lalu berlari-lari turun ke lobi, keluar menuju bus. Maaf ya teman-teman, sudah membuat kalian menungguuu! ^,,,,,^
Kali ini, lengkap sudah 10 finalis berkumpul. Dua finalis yang berangkat dari bandara Juanda, Surabaya adalah Zulvina Naridha Anom--yang ternyata sedang hamil muda ^.^, asal Mojokerto, dan Rizky Ashar Murdiono--dari Malang. 

Field visit pun dimulai...

Yayasan Spirit Paramacitta
Inilah tempat tujuan pertama kunjungan kami. Kami disambut ramah oleh Mbak Putu Utami dan beberapa aktifis YSP lainnya. YSP adalah sebuah yayasan nirlaba yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup ODHA di Bali atau “membuat hidup ODHA lebih hidup”.
Hidup seorang ODHA dikatakan berkualitas jika ia punya rasa percaya diri, pengetahuan yang mumpuni tentang HIV/AIDS dan pola hidup sehat sebagai ODHA, kemudahan akses pengobatan dan perawatan, tidak menularkan infeksi HIV pada orang lain, dan aktifitas keseharian yang produktif.



Namun, stigma dan diskriminasi terhadap ODHA masih cukup tinggi. Contohnya, saat ada ODHA yang meninggal. “Sesuai adat di Bali, mestinya jenazah dimandikan beramai-ramai oleh keluarga dan warga banjar sebelum dilakukan ngaben (upacara pembakaran jenazah).  Tapi jenazah justru ditolak mentah-mentah oleh keluarga karena dianggap membawa penyakit kutukan,” cerita Mbak Putu. Masih banyak contoh-contoh diskriminasi serupa yang terjadi di lingkungan sekolah, lingkungan kerja, bahkan di fasilitas pelayanan kesehatan. Akibatnya, banyak ODHA menutup diri atau menyembunyikan status ODHA karena takut dikucilkan.
YSP aktif memberi dukungan untuk mengembalikan rasa percaya diri dan semangat hidup ODHA, konseling HIV/AIDS, mendampingi ODHA berobat atau cek kesehatan, dan menciptakan lingkungan positif bagi ODHA. Di belakang yayasan nirlaba ini berdiri puluhan relawan dan seratusan anggota. Banyak di antara mereka yang merupakan ODHA, WPS, waria, dan gay. Hingga saat ini, YSP telah melakukan pendampingan terhadap lebih dari seribu ODHA di Bali, dan masih terus mengejar impian mereka: menghapus stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.
“Kami punya mimpi, bahwa suatu hari nanti ODHA bisa leluasa berkata, ‘Saya ini ODHA’ tanpa harus takut akan menerima penolakan dan diskriminasi.”  
Go, go, Spirit Paramacitta!





~bersambung~

6 komentar:

  1. haha ini diceritain juga tragedinya. :p

    BalasHapus
  2. @fiscuswannabe: hahaha, biar makin seru :D

    BalasHapus
  3. kalau harapan saya nanti tidak ada ODHA lagi,berharap segera ditemukan obat untuk HIV_AID

    BalasHapus
  4. @ASAZ: setuju. optimis suatu saat nanti HIV/AIDS bs disembuhkan :D

    BalasHapus
  5. wah selamat ya pada para pemenang. kunjungi ya mohon dukungannya http://pirlyyyy-dot-com.blogspot.com/2012/01/sewa-ruang-kantor-jakarta-murah.html

    BalasHapus
  6. @pirly.ae: ok gan nanti aye mampir ke blog situ ye.. :)

    BalasHapus

Terima kasih untuk komentarnya :)